Kriiing ...! Kriiing ...! Kriiing ...! Bel istirahat berbunyi dengan sangat nyaring. Semua anak bisa-bisa jadi tuli kalau berdiri di dekat sepiker itu. Si Empat Sahabat, Yasla, Asyla, Tira, dan Irta, keluar dari kelas IV-C. Yasla dan Asyla pergi ke kantin sekolah, Tira dan Irta pergi ke tempat penjual mainan. Nanti, mereka akan berkumpul di kursi taman sekolah. Memang begitu kebiasaan mereka, bermain sambil makan dan ngemil di taman sekolah.
“Asy, kita mau beli apa, nih? Masa satai sosis lagi? Kan, sudah pada bosan!” tanya Yasla bingung sesampainya di kantin.
“Satai bakso goreng saja!” usul Asyla.
“Satai bakso goreng juga bosan,” tolak Yasla. “Hmmm ... kita belum pernah mencoba satai daging sapi?”
“Masa kamu lupa, sih? Sahabatmu dari sejak playgroup yang cantik dan pintar ini, kan, alergi sama daging sapi!” tolak Asyla sedikit narsis.
“Narsis banget, sih, Asy!” goda Yasla. Asyla merengut kesal.
“Asyla, Yasla ... ada satai baru, nih! Satai telur gulung! Telur dadar digulung dan ditusuk kayak satai. Mau?” tawar Tante Ruzy, pemilik warung yang memang sudah kenal sama Asyla dan Yasla.
“Mau, Tante!” sahut Asyla dan Yasla bersamaan dan bersemangat. Sepertinya enak, tuh ... hmmm, satai telur gulung, batin Asyla dan Yasla.
“Berapa tusuk?” tanya Tante Ruzy.
“Kayak biasa saja, deh ... delapan tusuk,” jawab Yasla. Tante Ruzy pun membungkus satai telur gulung itu, lalu menghitung harganya.
“Empat tusuk seribu rupiah, delapan tusuk berapa, ya?” tanya Tante Ruzy.
Tante Ruzy memang suka mengetes kemampuan Matematika setiap anak yang membeli satainya. Makanya, setiap anak menyukai Tante Ruzy karena mereka jadi pintar berhitung. Menu-rut Empat Sekawan, semua pedagang di kantin itu pada jutek dan cuek semua, kecuali Tante Ruzy. Semua orangtua murid juga menyukai Tante Ruzy. Tante Ruzy beda sama para penjual lainnya yang selalu langsung menyebutkan harga dan memberikan kembaliannya. Ah, jangan ngomongin Tante Ruzy terus, ah!
“Ya, dua ribu, dong, Tante!” sahut Asyla. Yasla pun menyerahkan empat keping uang lima ratus rupiah. Uang itu hasil patungan Empat Sekawan.
“Terima kasih, Asyla, Yasla ... besok, beli satai Tante lagi, ya!” kata Tante Ruzy.
“Insya Allah, Tante,” Seru Asyla dan Yasla.
Asyla dan Yasla pun segera berlari ke taman sekolah. Sesampainya di sana, keduanya melihat Tira dan Irta yang sedang menunggu.
“Lama banget, sih!” gerutu Tira.
“Kalian ngapain saja?” omel Irta.
“Iya, maaf and sorry banget, deh ... tadi, kami basa-basi dulu sama Tante Ruzy,” jelas Asyla tan-pa merasa bersalah.
“Iya, kasihan Tante Ruzy. Kayaknya dagangannya enggak laku, deh,” ujar Yasla dengan alas-an bohong. Padahal, warung satai Tante Ruzy, kan, paling laku.
“Udah, deh ... jangan beralasan dan berbohong gitu. Langsung main saja, yuk! Oya, khusus untuk Asyla, maaf dan sorry itu sama! Nih!” ujar Tira sambil mengeluarkan empat buah yoyo The Princess of Yoyo dan membagikannya kepada ketiga sahabatnya. The Princess of Yoyo adalah yoyo bergambar Putri Arthabella, princess yang menyukai yoyo.
“Memangnya di tempat dagangan Bang Maman ada The Princess of Yoyo?” tanya Yasla kagum. Dia memang penggemar berat The Princess of Yoyo.
“Katanya, sih, ini bajakan, palsu! Soalnya, menurut iklan di televisi, koran, dan majalah, yoyo yang asli itu, bisa berkelap-kelip mengeluarkan lampu warna-warni ... tanpa baterai, lho! Juga bisa menyanyikan lagu The Princess of Yoyo. Dan, hebatnya lagi, bisa menampilkan hologram Putri Arthabella yang sedang menari! Tapi, yang ini hanya bisa berkelap-kelip saja. Yang lainnya tidak bisa!” jelas Irta sambil memainkan yoyonya yang bergambar Putri Arthabella yang sedang mengelus burung merpati kesayangannya, Camissy. Ternyata, Irta sangat ahli dan andal memainkan yoyo.
“Enggak apa-apa, deh,” ujar Yasla kecewa.
Mereka berempat pun bermain yoyo sambil bercanda ....
Kriiing ...! Kriiing ...! Kriiing ...! Bel masuk berbunyi. Asyla, Yasla, Tira, dan Irta pun langsung mengantongi yoyo masing-masing.
“Berdoa ... mulai!” perintah Shabila, sang Ketua Kelas.
Selesai berdoa, Arini, sang Penanggung Jawab Absen, mulai mengabsen seluruh anak yang ada di kelas ....
“Siapa yang terlambat, Rin?” tanya Shabila sambil menertibkan semua anak dengan tegas. Shabila memang pantas menjadi ketua kelas karena sifatnya yang tegas, dewasa, dan berwibawa.
“Nasya, Andini, Shirda, dan Ilya tidak ada,” jawab Arini sambil menoleh kepada Shabila yang berada di sebelah kanan.
“Ada yang melihat Nasya, Andini, Shirda, dan Ilya?” tanya Shabila. Semua anak menjawab tidak tahu.
“Kalau begitu, mereka berempat dianggap terlambat. Nanti juga, mereka masuk kelas,” ujar Arini cuek.