Republik Bandit

Arie Raditya Pradipta
Chapter #3

Dunia yang Memilih Iblis

“Apa yang ada di tanah, air dan segala di atasnya adalah pelayan bagi-Nya. Segala peristiwa dalam matra-Nya telah tertulis dalam nubuat, sejak awal hingga akhir, hingga matra ditutup kembali. Dari ledakan besar kembali ke ledakan besar. Lalu setelahnya adalah surga bagi sesiapa yang mengikuti ajaran para pembawa kabar.”

Salah seorang dari mereka mengutip kata-kata itu dari kitab yang ia pegang. Mereka berdiri mengelilingi meja kayu jati bundar dengan pelitur gelap serta pinggiran berprofil yang sedikit rumit. Di atasnya telah tersedia beberapa cangkir minuman hangat milik sejumlah orang yang hadir pada pertemuan pagi itu. Cahaya matahari awal pagi yang mulai menghangat menerangi ruangan dengan menembus jendela besar yang berada pada dinding di sisi timur. Mereka berpakaian serupa, jubah panjang berwarna putih gading dan celana yang senada. Beberapa tak memakai jubahnya sehingga yang terlihat hanya kemeja putih dengan suspender yang terpasang.

“Terima kasih. Silakan,” ucap pemimpin pertemuan mengakhiri jeda perenungan setelah kutipan kitab yang dibacakan tadi. Mereka kemudian duduk kembali. Sebagian peserta pertemuan mulai menyeruput cangkirnya. Beberapa berisi teh hangat, yang lainnya memilih kopi untuk mengawali hari.

“Koran kota pagi ini memuat berita tentang kebakaran besar di distrik industri yang sempat membuat heboh Ujung Barat tadi malam. Ternyata yang terbakar adalah gudang milik Kooperasi yang dipimpin oleh Indra Kumara.” Pimpinan pertemuan membuka percakapan setelah tegukan teh melewati tenggorokannya. Yang lain malah terhenti tegukannya sebentar di mulut.

“Apakah operasinya sudah dimulai, Guru?” tanya salah satu yang paling terlihat muda diantara mereka.

“Jangan gegabah mengambil kesimpulan. Penjelasan tentang peristiwa ini masih terlalu kabur. Kecuali Malik punya informasi lebih dalam. Bagaimana, Malik?” Tanya Guru kepada Malik yang sedari tadi tidak menyentuh cangkirnya. Ia menyimak dengan mimik muka yang datar.

“Kami masih melengkapi informasi dan memvalidasi beberapa hal. Hanya memang kejadian itu patut dicurigai karena terlalu banyak kebetulan yang terjadi. Jadi, bisa dibilang kemungkinan besar ini bukan kecelakaan, melainkan sebuah usaha sabotase. Tapi, memang gegabah kalau kita menyimpulkan ini bagian dari operasi Sindikat. Karena apa yang kita ketahui tentang Indra Kumara masih sedikit dibandingkan kiprah dan jejaringnya. Bisa jadi dia punya musuh yang tidak pernah kita tahu,” Malik berusaha membuat semua kepingan informasi yang dia terima dari lapangan bisa ditangkap dengan mudah dengan kesimpulan yang sederhana.

“Para Pengintai memang selalu luar biasa. Meskipun dulu kalian bisa dapat informasi valid lebih cepat, tapi dengan kondisi organisasi kita yang dilarang seperti sekarang kalian mulai mampu mengembalikan kemampuan kalian seperti dua tahun lalu,” ujar yang lain lagi dari peserta pertemuan itu. Brewok dan rambutnya yang tidak terlalu ditata membuatnya terlihat paling sangar di antara orang-orang di situ.

“Kamu sendiri, bagaimana perkembangan divisimu, Galih?” tanya Guru menyambung komentar Galih. Dibalik brewoknya yang tebal, Guru tahu Galih butuh mengutarakan kesulitannya.

“Kami masih terus berusaha mengumpulkan anggota-anggota yang tercecer dan membangun komunikasi secara berkala. Setelah dua tahun, pengawasan Republik masih belum longgar. Sepertinya mereka bersikeras memastikan kita benar-benar bubar. Bahkan aku dan keluargaku sudah tak menghitung berapa kali kami pindah selama di Ujung Barat sejak penugasanku. Intelijen Republik benar-benar ada di mana-mana. Sepertinya bahkan mereka menyadap semua saluran telepon dan telegraf yang sempat kupakai. Kami harus sangat berhati-hati dalam mengumpulkan kekuatan pasukan kembali.” Galih benar-benar punya banyak hal yang perlu dikeluarkan dari kepalanya. “Cuma memang ada satu pertanyaan, Guru, yang selalu muncul dan membuat kami kesulitan menjawab. Padahal, bila ada jawabannya kami tentu akan lebih mudah menggalang semangat para anggota.”

“Apa itu, Galih?” tanya Guru dengan tidak penasaran.

“Kapan kita akan bergerak lagi?” Galih memberanikan diri untuk menanyakannya akhirnya. Beberapa dari mereka memperhatikan Guru, menunggu jawaban dari pertanyaan yang sebenarnya juga sudah mereka nanti-nanti jawabannya.

Jeda itu cukup lama. Hampir saja akan ada tanggapan dan pertanyaan lain yang dilontarkan ke forum. Namun akhirnya Guru menjawab, “Waktunya akan tiba.” Semua yang hadir kembali memperhatikan, menunggu apa lagi yang diucapkan Guru. “Kita akan mulai dari sini, dari Ujung Barat.”

Beberapa di antara mereka terlihat cukup lega namun sekaligus tegang mendengar jawaban itu. Seperti mendapatkan suntikan adrenalin, ada semangat dan energi yang terasa meningkat dalam pertemuan ini. Beberapa akhirnya baru memahami mengapa mereka dikumpulkan di kota ini, mengapa kekuatan tempur Persaudaraan mulai dihimpun kembali dengan terpusat di Ujung Barat.

“Nasib tanah air ini sudah tertulis dalam nubuat. Baik kita maupun generasi lain yang akan mewujudkannya,” gumam salah seorang yang berada di dekat Guru.

“Betul, Dharma. Dan lebih baik generasi kita yang melakukannya,” sahut Galih yang mulai merasa semangatnya menyala.

“Nubuat tidak diwujudkan dalam satu malam. Setiap generasi punya perannya masing-masing. Anak tangga tertinggi yang kita tapaki saat ini adalah hasil perjuangan leluhur kita. Tugas kita adalah membuatnya lebih tinggi untuk mencapai cita-cita Persaudaraan mewujudkan nubuat,” koreksi Guru agar semua tidak bersemangat berlebihan dan lalai akan visi Persaudaraan yang panjang. “Pusatkan perhatian pada apa yang akan kita capai saat ini."

“Baik, Guru,” kata semuanya hampir serempak.

“Dharma, tugasmu sekarang adalah memperkuat komunikasi dengan Indra Kumara. Kamu tahu seperti apa yang bijak sesuai keperluan kita saat ini,” perintah Guru kepada Dharma.

“Baik, Guru. Ketulusanku dalam tugas ini,” jawab Dharma.

***

Mendapati Indra yang sedang mengutak-atik mobil Fiat 1100 yang biasa mereka pakai adalah suasana yang jarang terjadi. Sepagi ini di garasi, terlalu aneh untuk Indra yang tidak begitu hobi otomotif. Ditambah dia masih memakai kemeja dari urusannya semalam dengan suspender yang masih terpasang. Tiara bisa memahami bahwa suaminya sedang berusaha menjernihkan pikiran. Gudang utama Kooperasi yang terbakar cukup membuat lumpuh aktivitas bisnis para anggota. Bisa dibilang selama dua tahun berdirinya baru kali ini Kooperasi dilanda krisis seberat dan setiba-tiba ini.

Lihat selengkapnya