Republik Bandit

Arie Raditya Pradipta
Chapter #10

Basuhan Embun

Kondisi di kompleks kantor Kooperasi yang porak-poranda baru terlihat ketika matahari menyinarinya. Bentrokan bersenjata malam tadi masih menyisakan lubang-lubang besar di tanah. Api-api kecil yang masih membakar karet ban yang berceceran di berbagai tempat, asap hitam yang masih mengepul dari kendaraan yang meledak, selongsong peluru yang berserakan, dan gedung kantor yang rusak di berbagai tempat.

Para korban pun belum selesai dipindahkan dan dirawat. Beberapa warga yang melihat keadaan itu mulai membantu memindahkan korban yang masih di lapangan. Baik korban dari satuan penjaga maupun para bandit, dipindahkan ke dalam aula untuk diberi pengobatan. Beberapa dokter dan perawat yang berada di lingkungan kantor Kooperasi juga membantu melakukan perawatan. Beberapa korban yang gugur dari kedua belah pihak dipindahkan dan dibersihkan. Hingga yang tersisa di lapangan adalah para bandit yang sudah diikat dan dirantai serta dilucuti senjatanya dan pakaiannya hingga mereka hanya memakai pakaian dalam saja. Mereka diletakkan di lapangan agar semua orang menyaksikan siapa sebenarnya yang melakukan kekacauan ini.

Hanya Tomi dan tiga orang terdekatnya yang diikat terpisah. Mereka dibawa ke ruang belakang panggung aula.

“Kau beruntung tak menjadi korban, Tomi. Semesta memang menginginkan kau benar-benar diadili,” kata Rudi kepada Tomi. “Bahkan begitu juga dengan orang-orang terdekatmu.”

“Apa yang kau inginkan sebenarnya, Tomi?” tanya Indra yang benar-benar penasaran.

Tomi tidak berminat menjawab.

“Kau dan William telah melakukan permainan yang licik. Kami akan memastikan kau diadili. Tapi memberikanmu ke polisi tak membuatku yakin kau tak akan membalas kekalahanmu kali ini. Apa yang sebenarnya kau inginkan?”

“Kalian para pendatang telah mengusik kehidupan kami di sini,” akhirnya Tomi mau bersuara.

“Apa maksudmu? Kami di sini mencari penghidupan yang legal. Kalau memang ada yang berbuat licik kau tak bisa menyamaratakan semuanya berbuat seperti itu. Kooperasi membantu para pendatang karena kalian sibuk mengucilkan dan mencari cara untuk melihat kami kalah dan menderita,” Indra semakin terbawa emosinya.

“Indra, sejujurnya aku tak yakin ia melakukan ini untuk kepentingan warga lokal. Aku lebih melihat ini hanya karena ia dan William mau memonopoli industri di distrik ini. Ia hanya membenturkan kita dengan warga lokal agar keinginannya bisa tercapai lebih cepat,” kata Galih. “Hanya yang aku tidak tahu adalah apakah ini hanya dia dan William atau ada lagi yang mengambil keuntungan dari kejadian ini.”

Selama mereka saling berbicara mereka tak sadar ada yang memperhatikan mereka di dekat pintu. “Sepertinya aku punya jawabannya,” kata Malik. Di tangannya dokumen-dokumen dari roll film telah ia cetak.

***

Bangunan rumah itu masih seperti aslinya sejak dibangun. Hanya beberapa renovasi dilakukan agar rumah bisa tetap awet. Ibunya Tiara mewarisi ini dari ayahnya, dan ayahnya mewarisi dari generasi sebelumnya. Sebagaimana rumah lama pada umumnya, halaman rumah itu luas, ditata rapi dengan hamparan rumput yang rajin dipotong dan beberapa tanaman hias di pinggirannya.

Tiara dan kedua anaknya sedang bermain di halaman rumput itu ketika sebuah mobil Chrysler Windsor berwarna putih memasuki jalan di pekarangan rumah. Mobil yang pernah Tiara kenal, dan anak-anaknya pun mendekati mobil itu ketika mereka melihat siapa yang turun. Tiara tak menyangka akan bertemu kembali dengan Paman Guru setelah dua tahun ia menghilang karena dicari-cari oleh Badan Intelijen Republik sebagai petinggi organisasi terlarang Persaudaraan.

Lihat selengkapnya