Republik Bandit

Arie Raditya Pradipta
Chapter #12

Suara Tuhan

Metropol, kota yang merupakan pusat ekonomi dari Republik. Banyak perusahaan besar negara lain yang mulai membuka kantor cabangnya di kota itu. Tak terkecuali dari perusahaan media internasional seperti Washington Journal. Raka punya kenalan di media asing itu karena ia pernah hampir saja memenangkan Pulitzer Prize.

Gedung itu terletak di jalan utama kota. Ukurannya cukup besar untuk kantor sebuah media. Raka memarkirkan mobilnya di parkiran yang kosong di depan pintu. Mereka kemudian turun dan masuk ke dalam. Maya hanya menunggu di sofa yang disediakan di lobi, sementara Raka mencoba menghubungi kawannya melalui resepsionis.

“Sebentar lagi temanku akan turun,” katanya pada Maya. 

Tak lama teman Raka turun ke lobi dan menghampiri mereka. Namanya Alfred, ia begitu akrab dengan Raka. Ia pun langsung mengajaknya ke atas ke meja kerjanya.

“Raka, aku baru saja mendengar siaran langsung dari Ujung Barat. Ada apa sebenarnya di sana?” tanya Alfred kepada Raka.

“Sebenarnya ceritanya sangat panjang. Tapi apa yang kami bawa ke sini seharusnya bisa menjelaskan semuanya,” kata Raka. Ia kemudian mengeluarkan roll film itu. “Di dalam roll film ini ada foto dokumen-dokumen yang persis dimiliki oleh pria yang tadi berpidato di televisi nasional,” jelas Raka. “Bila koranmu bisa menerbitkan semua dokumen ini di koran besok, aku yakin penjualan eksemplar kalian akan meledak di seluruh Republik ini.”

Sebuah cara menjual yang lihai, pikir Maya. Seharusnya tak mungkin koran ini akan menolaknya.

Alfred memeriksanya lekat-lekat. Ia kemudian menggunakan kacamata bacanya untuk sedikit memeriksanya. “Berapa dolar yang kau inginkan dari roll film ini, Raka?”

Lihat selengkapnya