Setelah menunggu lama tanpa bisa menghisap cerutu, Brahma akhirnya dipersilakan untuk memasuki ruangan itu. Ia cemas bukan main. Ia hanya bisa berusaha membuat duduknya nyaman di kursi yang sama sekali tidak nyaman itu. Hanya dia yang duduk di situ, di meja panjang itu, dengan deretan kursi kosong memenuhi tiap meter pinggirnya. Ia sama sekali tak terbayang apa yang akan terjadi padanya. Dipanggil ke Istana Negara karena sebuah kesalahan fatal sama sekali bukan prestasi.
Lalu di tengah-tengah pikirannya yang kemana-mana, pintu di seberangnya terbuka dengan suara yang menggema. Seseorang dengan setelan jas rapi dan medali kenegaraan yang disematkan di dadanya, orang itu adalah atasan dari atasannya, pemegang komando tertinggi di Republik. Dari belakang orang itu masuk atasannya yang sebenarnya, orang yang bertanggung jawab atas stabilitas keamanan dan politik di Republik.
“Jadi, apa yang mau kau jelaskan kepada kami, Brahma?” tanya sang panglima.
“Dokumen itu hilang,” jelas Brahma singkat.
Kedua atasannya makin memperlihatkan raut muka yang kesal.
“Kalau begitu kami tak punya cara lain selain menganggapmu pengkhianat dan telah melakukan spionase,” kata sang panglima.
Brahma hampir tak bisa menyimpan amarahnya. “Apa saja yang akan saya terima?”
“Kamu akan mendapatkan hukuman seumur hidup di tahanan, terluar negara kita, pengambilan semua aset yang kau punya, pencopotan pangkat, pembatalan dana pensiun, serta keluargamu akan diasingkan,” papar sang panglima.
Ia benar-benar marah hingga menghajar meja dengan kedua kepalan tangannya.
“Dan kau akan disiksa karena telah mengancam keselamatan kepala negara,” tambah atasannya itu dengan kesal.
Brahma benar-benar ingin mencekik kedua orang di hadapannya itu dengan kedua tangannya sekaligus. Dia sangat yakin bisa membunuh mereka berdua dalam seketika. Tapi tak disangka ia mampu menahan keinginannya itu. Entah apa yang dimiliki ruangan ini sampai ia bisa meredam nafsu membunuhnya. Mungkin itu adalah energi kekuasaan, siapa pun yang kau hadapi bila hidup mati orang itu ada di bawah kakimu, ia tak akan bisa berbuat apa-apa meskipun kesempatannya ada. Brahma hanya bisa memimpikan rasanya. Mulai hari ini ia akan meninggalkan jabatan yang selalu ia banggakan.