Republik Semut Pengerat

Nawala
Chapter #5

Tanah yang Menolak Dibisuhkan

Getaran yang semula hanya lirih kini berubah menjadi irama yang memaksa. Setiap terowongan berdesis bagai suara nenek moyang yang dipaksa bangkit dari tidur panjang. Semut-semut pekerja mulai bergerak dalam pola yang bahkan mereka sendiri tidak pahami sebuah warisan ketaatan yang diwariskan tanpa pernah dipilih.

Di Dewan Tanah, para pemimpin muda berusaha melawan dengan kata-kata, tetapi kata-kata mereka seperti dilemparkan ke dalam sumur. Tenggelam tanpa gema.

“Apa yang terjadi pada kita?”

“Kenapa kaki ini bergerak sendiri?”

“Aku merasa seperti kembali ke masa sebelum kudeta…

Tidak ada jawaban selain gema langkah yang menyeramkan: langkah serempak, langkah tanpa ruh, langkah yang hanya dikenal oleh koloni lama.

Di titik pusat sarang, Semut Hitam No. 47 berdiri di atas bukit kecil tanah yang gemetar seperti jantung raksasa. Ia melihat ribuan semut pekerja mengikuti arus getaran, tubuh mereka seolah tertarik ke arah akar pisang tempat Semut Agung menunggu, seperti seorang dalang yang memegang benang tak terlihat.


“Bangun!” teriak 47.

“Getaran ini bukan kodrat ini program!” Tapi suara itu tenggelam, terhisap tanah yang kini bekerja sebagai pengeras suara masa lalu.

Seekor semut muda, tubuhnya kurus dan antenanya penuh debu, menatap 47 dengan mata bingung.

“Aku… aku tahu ini salah,” katanya, “tapi tubuhku tak mau berhenti.”

47 meraih bahunya. “Bukan tubuhmu. Ingatan tanah yang menumpang padamu.”

Kalimat itu membuat semut muda itu bergetar lebih keras dari tanah di bawahnya.

Sementara itu di bawah akar pisang, Semut Agung berdiri dengan angkuh. Ia menatap jaringan terowongan yang menyala lembut oleh arus feromon lama.

“Sistem ini diciptakan untuk stabilitas,” katanya, suaranya seolah sedang mengajar murid yang bodoh.

Lihat selengkapnya