Republik Semut Pengerat

Nawala
Chapter #14

Ini Bukan Reformasi

Pagi itu, lorong-lorong koloni terasa sunyi, seolah tanah menahan napas. Daun-daun menempel di setiap persimpangan, masing-masing membawa pesan yang sama; Dewan lamban, 47 berbahaya, rakyat harus memilih stabilitas. Bahkan suara langkah kaki terdengar lebih berat karena setiap semut membawa keraguan di antenanya.

Dewan Tanah berkumpul untuk sidang terakhir bukan untuk membahas logistik, bukan untuk mengatur terowongan, tapi untuk menghadapi ancaman yang tidak terlihat: opini yang telah diracuni.

Seorang anggota muda membuka lembaran daun yang baru ditempel.

“Deklarasi Rakyat: Dewan Tanah dianggap gagal. 47 harus bertanggung jawab.”

Anggota lain membaca dengan ragu, tubuhnya bergetar.

“Apakah ini… benar?” bisik seorang semut tua.

“Benar atau tidak, rakyat percaya,” jawab yang lain. “Dan kepercayaan itu lebih berbahaya daripada pedang.”

Di lorong, 47 berdiri, antenanya tegak. Ia menatap setiap daun, setiap semut, setiap wajah yang mulai memandangnya dengan ketakutan dan curiga. Ia tahu semuanya adalah jebakan. Framing yang cermat, propaganda habis-habisan, opini yang sudah terbentuk sebelum ia sempat menjelaskan.

Sementara itu, SKT bergerak cepat. Forum-forum palsu semakin ramai, seminar “cara menjadi semut produktif tanpa terlalu banyak bicara” disebarkan dari sektor utara hingga selatan, setiap sesi menekankan bahwa Dewan lamban, 47 berbahaya, dan satu-satunya jalan adalah menyerahkan kekuasaan pada yang berpengalaman.

Di dalam Dewan, suara anggota mulai berpecah. Sebagian memohon kompromi, takut kehilangan posisi. Sebagian ingin membubarkan Dewan sendiri untuk menghindari kemarahan rakyat. Sebagian diam, menunggu siapa yang akan menyesuaikan diri lebih dulu.

Ketika sidang berlangsung, seorang anggota membacakan dokumen yang disebut Deklarasi Daun, sebuah kumpulan selebaran palsu yang meniru suara rakyat:

“Dewan gagal melindungi koloni. 47 menjadi ancaman tersembunyi. Pemimpin berpengalaman harus mengambil alih.”

Tidak ada yang berani membantah. Setiap kata yang dibaca menempel di antena, masuk ke ingatan tubuh yang lelah. Dewan Tanah yang dulu berdiri tegak, kini terdiam.

Lihat selengkapnya