Republik Semut Pengerat

Nawala
Chapter #17

Tahun-Tahun Tanah Retak

Tidak ada gemuruh ketika perubahan besar datang. Dewan Tanah tidak digulingkan dengan kekerasan, tidak ada teriakan atau aroma perlawanan. Yang ada hanya pengumuman samar dari Komunitas Stabilitas dan Kelanggengan Teroto. SKT yang disampaikan melalui lembar Daun Kabar berbahasa manis:

“Demi kelanggengan sarang dan ketenangan jangka panjang, Dewan Tanah dilebur dalam Musyawarah Stabilitas.”

Musyawarah Stabilitas.

Kata itu segera menjadi mantra baru. Tidak ada semut yang benar-benar tahu apa isinya, bagaimana musyawarah itu dijalankan, atau siapa saja yang duduk di dalamnya. Tetapi setiap kali ada pertanyaan muncul, jawabannya sama.

“Sudah dimusyawarahkan demi stabilitas.”

Dengan kalimat itu, segalanya menjadi final. Penghapusan Dewan terjadi menjelang dini hari.

Anggota-anggotanya dipanggil satu per satu, diminta menandatangani dokumen pernyataan kesediaan “beristirahat dari urusan publik”. Kata diberhentikan tidak pernah dipakai. Kata ditahan lebih tabu lagi. SKT menggunakan bahasa yang dirancang untuk membuat sesuatu yang keras tampak seperti keputusan keluarga.

Lalu lorong-lorong yang dulu menjadi pusat perdebatan Dewan disegel resin.

SKT menuliskan papan kecil

“Ruang ini ditutup sementara untuk pembaruan.” Sementara itu tidak pernah dibuka.

Sejak hari itu, koloni memasuki masa yang oleh SKT disebut “Penataan Getaran Bersama”. Istilah yang terdengar teknis, ilmiah, dan sama sekali tidak mengancam. Namun para pekerja merasakannya antena mereka dipantau. Aroma mereka dicatat. Riak kecil pada tanah ketika mereka berdiskusi disamakan dengan gangguan ritme koloni.

Tidak ada yang menyebutnya sensor. Tidak ada yang menyebutnya represi.

SKT menamai semuanya sebagai bagian dari “Mekanisme Penjagaan Ketenteraman Teroto.”

Jika seseorang berbicara terlalu keras, mereka dipanggil untuk “dialog”.

Jika seseorang mempertanyakan kebijakan, mereka diminta mengikuti “orientasi ulang musyawarah”.

Tak ada hukuman eksplisit, tetapi setiap semut tahu apa yang terjadi dengan mereka yang dipanggil lebih dari dua kali.

Dalam seluruh narasi yang diproduksi SKT, sosok 47 muncul seperti bayangan yang sengaja dikaburkan. Namanya tidak dilarang, tetapi penggunaannya “disarankan untuk bijak”. SKT tidak pernah mengatakan ia pengkhianat; mereka menyebutnya “tokoh yang pernah berkontribusi namun tidak sejalan lagi dengan arah kelanggengan.”

Kalimat itu terdengar sopan, tetapi mencabut seluruh martabat sejarahnya. Tidak ada yang diumumkan secara resmi tentang keberadaannya.

Hanya desas-desus dibuang ke Tanah Lembap, disembunyikan di lorong atas, dilepaskan di batas wilayah bangsa semut tetangga. SKT membiarkan rumor tumbuh, sebab rumor adalah bentuk kendali paling murah.

Generasi muda mengenal 47 dari dua sumber poster SKT dan bisikan tua-tua terowongan. Mereka tidak tahu mana yang benar.

Mereka tidak tahu apakah kebenaran itu masih penting. Retakan tanah mulai dirasakan sebelum terlihat. Seperti detak kecil yang berubah ritme. Seperti tanah yang menahan cerita lama agar tidak mencuat ke permukaan.

Para pekerja merasakan sesuatu berubah, tetapi tidak tahu apa.

Aroma pagi terasa lebih tipis.

Diskusi semakin singkat.

Ungkapan saling percaya berganti dengan kalimat:

“Hati-hati antena, ada penjaga melintas.”

Generasi muda yang tidak pernah mengerti kehidupan masa Dewan menganggap semua itu wajar. Mereka tumbuh dalam bahasa yang membungkus kenyataan dengan kata indah musyawarah, kelanggengan, ketenteraman.

Generasi tua yang pernah melihat 47 berpidato memilih diam. Bukan semata karena takut tetapi karena apa yang mereka tahu tidak lagi memiliki tempa.

Pada akhirnya tanah itu sendiri yang berubah. Ingatan yang dulu kuat terasa menurun.

Jejak getaran masa lalu seperti ditarik keluar atau disapu bersih.

SKT menyebut fenomena itu sebagai “penyelarasan ulang getaran sosial”.

Nama yang terdengar akademis, padahal semua tahu tanah tidak retak karena alam, ia retak karena penindasan yang terlalu lama ditekan.

Di dalam retakan-retakan itu, nama 47 masih bergetar lemah.

Tidak keras, tidak lantang tetapi cukup untuk mengingatkan para pekerja bahwa stabilitas yang dipaksakan hanyalah cara lain untuk menutup luka tanpa mengobatinya.

Lihat selengkapnya