Karin telah menyampaikan surat pengunduran dirinya sebagai instruktur piano dari yayasan tempatnya bekerja. Dengan demikian, ia tidak lagi bekerja di sana. Berita ini sedikit mengejutkan ibunya, tapi perempuan tua itu dapat memakluminya. Ibunya memang sudah menduga hal itu akan tetap dilakukan Karin.
Begitu juga Mia. Gadis kecil itu cenderung tak ingin mencampuri urusan mama, kecuali ia terlibat di dalamnya. Ia bersikap begitu seolah tahu akan posisi dan keadaannya.
Pengunduran dirinya dari lembaga kursus, yang ia ikut merintisnya sejak awal berdirinya dulu, lebih didasarkan pada perubahan orientasi dari pengurus lembaga yang menentukan kebijakan yang berkaitan dengan teknik proses belajar dan mengajar musik di sana. Ia merasa lembaga itu sekarang lebih berorientasi pada materi semata. Karin bisa menerima prinsip simbiosis mutualisme, tapi ia tidak melihat kecenderungan seperti itu pada lembaga tempatnya bekerja.
Perubahan itu sebenarnya sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Hanya saja, hal itu dilakukan secara tersamar dan itu belum disadari Karin. Dan orientasi pada uang semata itulah yang akhirnya berdampak pada proses belajar dan mengajar— yang menurut Karin menjadi kurang begitu sehat. Jam kursus dikurangi, biaya kursus dinaikkan, dan buku-buku yang digunakan sebagai pegangan dibuat sedemikian rupa—yang seharusnya satu jilid buku dijadikan tiga atau empat jilid. Lebih dari itu, mereka mewacanakan kepada siswa bahwa satu jilid buku idealnya diselesaikan dalam enam bulan. Dan setiap pergantian jilid diikuti juga kenaikan biaya kursus.
Tak ada lagi rasa tanggung jawab secara moral bagi para instruktur di sana terhadap peningkatan kemampuan siswanya bermain musik. Tak peduli, apakah kelak saat keluar dari lembaga itu, mereka akan menguasai ilmu yang sudah diberikan oleh para instruktur musik.
Ada pikiran di benak Karin kalau hal seperti itu mungkin saja, tapi tentu akan memerlukan waktu yang sangat lama. Karena itulah, siswa yang mengikuti kursus di sana akan mengeluarkan biaya yang sangat mahal.
Karin bisa mengerti. Kenyataan seperti itu mungkin juga terjadi di lembaga-lembaga kursus yang lain. Ia hanya tidak setuju dan sadar bahwa ia tak mungkin melawan mereka. Ia sudah mencobanya. Karena itulah, Karin merasa lebih baik memilih mundur dan keluar dari sana. Sempat terlintas di benaknya, kelak akan mendirikan lembaga kursus sendiri yang tidak berorientasi bisnis semata.
Karin duduk menghadap grand piano Schiedmeyer-nya, tapi tak satu pun nada ia bunyikan.
Rumah itu sejak pagi tadi absen dari bunyi nada.
“Mama sedang apa?”
Karin terkejut karena Mia tiba-tiba saja ada di belakang punggungnya.
“Mama sedang bersedih?” Gadis kecil itu kembali bertanya karena tak mendapatkan jawaban dari sang mama. “Mia tahu Mama sedang bersedih.” Tangan mungil gadis cilik itu bergerak dan berhenti di pundak mamanya. Ia merasakan pundak itu dingin. “Kenapa Mama diam?”
“Mama sedang memikirkan sesuatu,” akhirnya ia bersuara juga.