Hari ini adalah hari libur. Di kamarnya, Mia sudah bangun, tapi belum juga beranjak dari tempat tidurnya. Matanya menatap langit-langit kamar. Ia sedang berpikir soal mimpinya semalam. Mimpi itu aneh, tapi terasa begitu nyata.
Semula ia bertemu dengan perempuan tua yang mengaku sebagai nenek Vivace. Ia sangat persis dengan apa yang ia bayangkan sebelumnya: bertubuh kurus dengan rambut kelabu yang dibiarkan tergerai. Matanya cekung tajam dan menusuk. Tak sedikit pun bibirnya menyunggingkan senyum. Keriput yang menghiasi wajahnya tampak mengerikan di mata Mia, seperti sebuah siluet yang dilatari cahaya biru gelap, dan rambut kelabunya berumbai-rumbai serupa kaki-kaki gurita yang menari di dalam lautan.
“Vivace adalah cucuku! Cucuku!” nenek itu memekik di antara lengkingan gesekan biolanya yang mirip desingan seekor nyamuk atau lebah.
Mia tidak tahu apa maksudnya perkataannya. Perempuan itu lalu tertawa. Giginya belum ada satu pun yang tanggal. Setidaknya itu yang bisa dilihat Mia.
Setelah tertawa, perempuan itu kembali memainkan biolanya, tapi Mia belum pernah mendengar lagu yang dimainkan- nya itu. Barangkali itu seperti yang diceritakan Vivace: bertempo sangat cepat dan menggunakan nada-nada yang melengking tinggi, sehingga susah diikuti.
Mimpi itu kemudian berubah ke tema yang lain. Mimpi yang sama sekali berbeda. Mia melihat seorang lelaki yang tengah bermain biola di bawah sebatang pohon. Ini seperti yang diceritakan mamanya tempo hari. Tapi ia tak tahu, apakah pohon dalam mimpinya itu pohon angsana atau apa. Ketika permainannya berhenti, lelaki itu berjalan mendekati Mia.
“Berikan pada mamamu,” ujar lelaki itu sembari mengu- lurkan sebuah benda berbentuk persegi. Rupanya sebuah buku. Entah dari mana si lelaki mengambil buku itu.
Mia menerimanya dan ia seolah bisa membaca sebuah tulisan yang ada di sampul buku: Gilbert dan Karin. Berwarna keperakan dan seperti menyala.
Begitu saja dan lelaki itu menghilang.
Terdengar pintu kamarnya diketuk, lalu sebuah suara memanggil namanya.
"Masuklah, Nek.”
Neneknya membuka pintu, kemudian masuk dan mendekati Mia. “Mia, apa kamu sakit?” tanya sang nenek sembari menyentuh dahi Mia dengan punggung tangannya. Suhu tubuh anak itu normal. “Kenapa tidak bangun?”
Mia menyahut dengan jawaban standar, “Malas, Nek.”
Sang nenek juga membalas dengan kalimat yang standar pula, “Dasar cucu Nenek!”