Requiem Musim Gugur

Y Agusta Akhir
Chapter #13

Teka-teki

Ketika terbangun, ia masih memikirkan  gesekan biola yang didengarnya semalam.  Kali ini, tak ada  acara  lari pagi.Entah kenapa,  ia merasa begitu malas.

“Apakah setiap orang mengalami peristiwa aneh?” tanyanya pada diri sendiri.

Dan ketika pertanyaan itu ia sampaikan kepada ibunya, sang ibu malah balik bertanya, “Memang kamu mengalami peristiwa aneh apa lagi?” Karin pernah  bercerita  kepada  ibunya perihal lelaki penggesek  biola  yang ia lihat  beberapa kali di bawah pohon  angsana  di seberang  jalan,  yang berhadapan dengan kamarnya.

Karin lalu menceritakan kejadian  semalam kepada ibunya. Mendengar itu, sang ibu tertawa, kemudian berkata, “Itu bukan peristiwa aneh, Karin. Bisa-bisa malah kamu yang aneh.”

“Ah, Ibu,” hanya itu yang dikatakan  Karin, gemas dengan tanggapan ibunya. Ia kemudian beralih tema pembicaraan, soal Mia.

“Mia sedang  membaca,” kata ibunya.  Tentu saja Karin tahu,  putrinya  sedang  membaca buku  braille.  Itulah  kenapa ia merasa  suasana  sepi. Sebab  biasanya,  ia akan mendengar denting  piano atau canda Mia bersama  neneknya.

Karin merasa hari ini tak seperti biasanya.  Dan untuk pertama kalinya, sejak beberapa tahun terakhir, ia merasa hari ini mem- bosankan. Ia terlihat lesu dan tidak bergairah. Mungkin saja hanya dia yang merasakannya. Sebab kenyataannya, Mia dan juga sang ibu terlihat seperti biasanya. Bahkan, ibunya tampak lebih ber- semangat dalam menjalani hidupnya  dari hari atau pada bulan- bulan sebelumnya. Semakin giat saja ia menjalankan bisnisnya, juga bisnis katering yang dirintisnya sejak tiga bulan lalu.

Karin yang usianya jauh lebih muda justru mengalami  fase kemunduran; melepaskan satu pekerjaannya. Dan hari ini, ia benar-benar merasakan hari yang membosankan. Keadaan se perti ini, setiap orang pasti akan mengalaminya.

Kalau ada orang yang memperhatikannya, tentu akan ber- kata, “Tumben,  kamu kelihatan  tidak bergairah,  Karin.” Atau, “Kamu kenapa? Sakit ya?”

Sebenarnya  sang ibu tahu keadaan anaknya itu, tapi ia tak sempat bertanya begitu. Ibunya harus segera mempersiapkan segala  sesuatunya, lalu  pergi  ke rumah  yang ia sewa tidak jauh dari tempat tinggalnya. Rumah itu ia jadikan tempat untuk menyimpan segala barang keperluan bisnisnya.

Dengan  langkah  lesu,  Karin menghampiri kamar Mia. Ia belum  bertemu  dengan  anak  itu sejak terbangun  dari mimpi.

Tapi lebih dari itu, sebenarnya, ia butuh seorang teman bicara.

Barangkali, ya barangkali,  hal itu dapat  membuatnya kembali bersemangat.

Atau Karin sedang merasakan  kesepian?

Kali ini, ia lupa mengetuk  pintu  terlebih  dahulu,  seperti yang biasa ia lakukan, tapi Mia tidak mempersoalkan hal itu. Gadis buta itu tahu siapa yang datang walaupun ia tak segera menyapa  sampai sang mama menyebut namanya.

“Mia, kamu tidak keluar?”

Mia menutup bukunya.  “Baru saja Mia mau keluar, Ma.” “Kalau begitu,  ayo keluar,”  Karin mengajaknya duduk  di teras depan.  Sebelumnya, Karin memanggil  pembantu untuk membuatkan dua gelas kopi susu. Sungguh sebuah pagi yang tak biasa. Kopi susu. Sejak kapan ia meminumnya? Itu sudah sangat lama. Terakhir ia meminumnya di Volksgarten di Vienna. Bersama Gilbert ia ke sana meminum caffe- latte sembari menikmati suasana di taman itu.

Mia merasakan ‘hal baru’ itu, tapi tidak berkomentar sepatah kata pun walau sekadar mengucapkan, “Tumben, Ma.”

Mereka  duduk  di bangku  teras.  Angin pagi menyergap. Untuk pertama kalinya, Karin merasakan  kesegaran  itu di pagi ini. Juga nyanyian burung dan bisik dedaunan.

“Apa kabar sahabatmu?  Sudah beberapa hari ini tidak ke- mari, kenapa?” Karin mengawali  pembicaraan.

Mia tahu  siapa yang dimaksud  dengan  ‘sahabat’. Vivace. “Entahlah, Ma,” jawabnya.  “Mungkin sedang dihukum  nenek- nya.”

“Masa iya sih?” sahut Karin, tidak yakin.

“Neneknya orang yang kelewat tegas kalau sedang melatih Vivace,” jawab Mia, seolah  pernah  bertemu  langsung  dengan nenek Vivace

Pembantu  datang dengan  membawa dua gelas kopi susu. “Oh iya. Apa semalam kamu mendengar suara biola?” Karin bertanya  kepada  Mia setelah pembantunya berlalu. “Tidak, Ma. Kenapa?”

Lihat selengkapnya