Berbeda dengan Kaira yang tengah menyantap makan siangnya diiringi canda dan tawa, Fariz justru sebaliknya. Lagi-lagi ia harus menghadapi amukan beruang kutub. Alias kedua orang tuanya, yang tiba-tiba datang ke kantornya tanpa diundang.
Jika kemarin hanya Bian seorang, kali ini bersama Lina. Wanita itu sudah berceramah dari Sabang sampai Merauke, ke sana kemari dari A sampai Z sambil hilir mudik di hadapan Fariz dan juga Bian.
Sedangkan kedua pria itu hanya mampu memijat pelipis masing-masing sambil menghela napas panjang. Mau kabur tak bisa, menghentikan tak berani, bertahan lama-lama telinganya kok panas—kan serba salah itu namanya.
"Mama tu cuma gak mau kamu jadi jomblo bangkotan loh Nak ... Nak. Tolong ngertiin Mama dong ..."
"Mama juga tolong ngertiin Ariz dong Ma ... Ma. Siapa juga coba yang mau jadi jomblo bangkotan. Ariz loh masih muda, masih bugar."
"Bugar kok nggak nikah-nikah."
Loh ... loh ... apa hubungannya. Tapi Fariz tidak membantah. Panjang jika diteruskan. Ini saja sudah panjang. Lina kembali mengomel.
"Mama tu capek loh Riz. CAPEK. Capek hati, capek jiwa, capek mulut, capek telinga. Masak tetangga ada yang bilang kamu gay. Yang benar aja. Gak terima lah Mama."
BRUK! Suara tangan Bian yang membentur sandaran sofa. Ia mendadak lemas mendengar kata "gay" yang istrinya ucapkan tanpa filter. Dan Fariz sudah melotot maksimal di balik meja kerjanya. Sandaran tangan nya juga sempet meleset sedikit.
"Mama tu capek jawab pertanyaan tetangga. Malu juga Mama lama-lama. Bingung mau kasih alasan apa lagi."
"Bilang aja Ariz lagi sibuk-sibuknya kerja Ma. Banyak tender."
"Bos kok sibuk sampai gak sempet cari istri ... itu kata tetangga." Cibirannya Lina buat semirip mungkin dengan yang katanya dari tetangga itu.
Fariz menghela napas putus asa. "Ariz juga sebenarnya capek Ma. Tapi gimana hilal jodoh memang belum keterawang. Boro-boro jodoh, pacar aja gak nongol-nongol. Masih mendelep (tenggelam) dia."
"La wong gak mbok gali ya mendelep." (La orang gak kamu gali ya tenggelam). Lina mendengus. "Yang kamu lihat loh setiap hari cuma Tian, Tiara, kertas, laptop. Rumah aja jarang. Mau Mama jodohin sama Tiara kamu gak mau."
Lina memang sudah sering menjodoh-jodohkan Fariz dengan sekretarisnya. Cantik memang, sopan jika kata Lina. Tapi, sayang bukan tipe Fariz. Dia lebih suka yang Hot alih-alih yang lemah gemulai.