Rumah keluarga Miri kembali sepi setelah Kemal dan Jihan berpamitan pulang. Ia berharap mereka dapat tinggal lebih lama, tapi besok adalah waktu bagi mereka untuk bertempur kembali di dapur.
Di saat Kemal dan Miri harus mempersiapkan bahan-bahan masakan sejak pagi, Jihan sebagai cameriera atau pramusaji di Nero&Bianco, harus memastikan area restoran telah bersih tanpa cacat.
Setelah proyek katering di Arkate–nama firma milik Seno–selesai dijalankan, Miri harus mempersiapkan ide untuk menu baru bagi restoran. Setiap pergantian musim adalah waktunya bagi para koki, baik yang senior maupun junior, untuk berkompetisi mempertahankan nama mereka di dapur. Setelah gagal beberapa kali, Miri ingin hidangan penutup buatannya masuk dalam daftar menu.
“Miri, keringin dulu rambutnya, Nak. Nanti kamu masuk angin loh kalau tidur dengan rambut basah,” tegur ibu Miri yang melihat puterinya sedang sibuk menulis di meja makan.
“Iya, Ma, bentar,” balas Miri pendek, tanpa mengangkat kepalanya dari kertas yang sedang ia corat-coret.
Penasaran, ibu Miri pun mendekat untuk mengintip apa yang sedang puterinya kerjakan. Ia mengambil handuk yang tersampir di bahu putrinya, dan menggunakannya untuk mengusap rambut panjangnya yang masih basah.
“Kamu lagi ngapain, Sayang?” tanyanya, mengintip dari balik bahu Miri.
“Lagi mau nyusun ide baru untuk dessert, Ma. Akhir bulan ini udah waktunya masukin menu baru sebelum tahun baru,” jawab Miri. “Tadi tiba-tiba kepikiran ide bagus pas mandi.”
Tak hanya mencatat bahan-bahan yang sekiranya cocok dan mudah didapatkan di akhir tahun, Miri juga menuliskan daftar kata kunci yang berkaitan dengannya. Kuartal terakhir yang dikenal sebagai bulan-bulan penambah berat badan, karena kecenderungannya untuk membuat nafsu makan setiap orang bertambah. Entah kenapa hal itu bisa terjadi, tapi Miri percaya hal yang sama.
“Udah waktunya bikin ide baru lagi? Semangat, ya,” dukung ibu Miri, sambil mengusap ujung rambut Miri yang masih basah. “Mama keringin rambut kamu pakai hairdryer, ya?”
Miri mengangguk tanpa kata. Sambil menunggu ibunya kembali, ia membuat sketsa dari bentuk-bentuk sederhana sebagai ide dasar dari wujud hidangan penutupnya. Pai buah-buahan yang disajikan hangat mungkin bisa menjadi favorit para pengunjung, dengan aroma kayu manis atau jahe. Cheesecake, labu, apel, warna emas, dark chocolate, cookies, mousse… Miri belum dapat memutuskan.
DING!
Ponsel yang ia letakkan di meja berdenting. Ada sebuah pesan masuk dari Baskara.
Akhirnya, ucap Miri dalam hati ketika melihat nama kekasihnya di layar. Ia mengetuk layar ponsel untuk membaca pesan lebih lengkap.
Baskara: aku udah denger semuanya dari Mama. Bener kamu terima amplop dari dia?
Miri mengetik cepat. ‘Nggak. Aku kembalikan amplop itu dan nggak aku ambil sepeser pun.’
Baskara: tapi Mama bilang kamu sempat pegang dan hitung.
Baskara: aku kecewa sama kamu.
Ingin rasanya Miri melempar ponsel itu ke seberang ruangan, tapi ia ingat masih ada tagihan cicilannya yang harus dibayar bulan depan.
Sambil menggertakkan gigi, Miri membalas. ‘Ya ampun Sayang. Kamu yakin mau bertengkar tentang hal ini? Hanya karena aku pegang, bukan berarti aku ambil uangnya kan? Berbeda dengan kamu, aku nggak pernah lihat uang sebanyak itu. Apa reaksiku juga salah di mata kamu?’