Resep Cinta Miri

Mozze Satrio
Chapter #17

Bab 17

Semenjak berbaris dalam antrean pengunjung, Miri merasakan ada yang tidak beres dengan dadanya. Sedari tadi, jantungnya terus berdegup kencang. Nafasnya berlomba, seperti sedang saling mengejar. Ia mencoba tetap tenang, pikirannya terus berputar dalam tornado yang tak tentu arah. Tangannya gemetar. Ujung-ujung jarinya terasa kesemutan dan dingin. Mungkin pendingin udara dalam gedung bioskop ini terlalu kencang, pikir Miri.

Meski mencoba memungkiri, Miri tak dapat mengalihkan pikiran dari temuan misterius di lantai mobil Baskara. Ia meremas tali pegangan tas tangannya, teringat pada anting cantik yang kini tersembunyi di dalam tasnya. Benda asing itu terhimpit di antara lipstik,  dompet, botol parfum mini, dan sebungkus tisu basah. Miri bahkan tak mengerti mengapa dirinya memasukkan benda itu ke dalam tasnya, tepat saat Baskara kembali ke mobil.

Di dalam area bioskop, di antara antrean pengunjung yang sedang menunggu giliran di area penjualan kudapan, Miri mencoba mengatur napas. Sesekali, ia melirik ke arah Baskara yang sedang menunggu di sisi lain ruangan. Kepala pria itu menunduk, berkonsentrasi pada layar ponsel yang menjadi pusat dunianya. Ia tak mengacuhkan sekelompok wanita yang saling berbisik, memandang Baskara dengan tatapan menggoda. Pemandangan seperti itu telah menjadi makanan sehari-hari Miri. Ia tak pernah mempermasalahkan para kaum hawa yang terang-terangan mengagumi penampilan kekasihnya. Wanita normal manapun akan menilai sama, karena Baskara memang memesona secara fisik.

Namun, Miri tak pernah mempersiapkan diri tentang bagaimana bereaksi terhadap perempuan yang diam-diam bertemu dengan Baskara.

Apakah ia bertemu dengan perempuan lain di belakang Miri?

Apakah perempuan ini sekedar teman, rekan kerja, seseorang yang Miri kenal, atau tak pernah menjadi bagian dari kehidupannya?

Apakah Baskara sedang mengirimkan pesan kepada wanita itu sekarang?

Apakah orang itu sang pemilik anting?

Mungkinkah anting itu milik ibunya?--Miri mencoba merenungkan kemungkinan itu. Sebenci apapun ia pada Amara Wibowo, Miri berharap kemungkinan itu adalah satu-satunya kebenaran.

‘Tidak. Cukup, Miri,’ ia mendengar kepalanya sendiri berbisik lirih. ‘Apa yang tidak kamu tahu tidak akan menyakitimu, Miri’ adalah kata-kata yang pernah diucapkan oleh ibunya. Terkadang, tidak mengetahui apapun akan membuatmu tetap tenang. 

Miri menarik napas. Ia mengingatkan dirinya bahwa hari ini adalah hari yang spesial. Kencan ini adalah waktu bagi mereka untuk bersenang-senang, menghabiskan waktu berkualitas bersama. Ia harus membuat kenangan bahagia bersama Baskara.

“Selanjutnya!” panggil pramusaji dari balik meja konter. Miri melangkah maju.

“Selamat sore, kak. Mau pesan apa?” tanya sang pramusaji ramah.

“Sore,” Miri membalas sapaan itu. Ia mendengar suaranya gemetar. Miri berdeham. “Saya pesan dua soda, satu salted popcorn, dan satu caramel popcorn, ya.

“Untuk popcorn-nya mau ukuran yang mana, kak?” tanya sang pramusaji sambil menekan layar di hadapannya. 

“Ukuran kecil aja.”

“Itu aja, kak?”

“Iya, itu aja.”

Lihat selengkapnya