RESILIENSI

Asroruddin Zoechni
Chapter #17

MEET THE CADAVER

Tak lama sebelum tiba di depan ruangan yang dimaksud, Salman dan teman-temannya sudah mencium bau aneh yang tak pernah mereka kenal sebelumnya. Semakin lama semakin kuat dan sangat menusuk hidung, apalagi mereka tidak dibenarkan menggunakan masker. Harum senyawa formalin bercampur bau busuk bangkai ayam menyeruak di depan pintu ruangan. Salman menanti dengan berdebar-debar dan penuh cemas, apalagi dengan kain hitam yang melingkari kepala dan menutup matanya. Sunyi dan sepi, walau masih sore hari.

            Kriiittt…        

Seseorang kemudian membuka ruangan itu. Sontak bau senyawa formalin semakin menusuk saraf indera penciuman.

            “Masuk, Dek!” perintahnya.

            Dua orang panitia yang bertugas di dalam ruangan itu mengarahkan para peserta untuk berbaris rapi dan masuk satu per satu.

            “OK, Adek-adek. Kita mulai, ya. Kegiatan kali ini namanya Meet The Cadaver.”

            Salman dan dan kesembilan temannya terdiam sempurna. Tak ada yang berani komat-kamit apalagi berbicara. Mereka juga tidak paham apa itu cadaver, dan tidak berani juga bertanya kepada senior-seniornya.

            “Pada saat di dalam nanti, jangan bertindak yang macam-macam yang bisa menyebabkan kerusakan lebih lanjut property yang ada di dalam. Jangan lupa berdoa dalam hati untuk keselamatan kalian dan ‘MEREKA’ yang ada di dalam. Jaga etika terhadap MEREKA dan jangan bikin ribut. Paham?”

            Salman bisa mendengar degub jantungnya yang bagai kuda berlari. Lebih cepat dari biasanya. Rasa takut seketika menghinggapi.

            “Gluteus! Masuk!”

            Salman perlahan dengan mata tertutup kain masuk ke dalam ruangan itu. Dengan dipandu panitia dia telah berada di samping kanan sebuah kontainer hindrolik yang di atasnya terdapat benda yang dimaksud.

            “Gluteus! Sekarang pegang yang ini!” perintah panitia kepada Salman yang sudah pucat pasi dan berdebar berat.

            “Apa yang kau pegang, tuh? Jawab yang tegas dan lantang!”

            Salman memegang sambil meraba-raba sesuatu yang sangat dikenalnya.”

            “Cepat jawab!”

            “Gigi dan mulut, Kak!” jawabnya lantang.

            “Masukkan jarimu ke dalamnya. Periksa! Siapa tahu ada giginya yang rusak.”

            Salman pelan-pelan meraba sedikit demi sedikit. Dirasakannya organ mulut yang sudah mengering, keras, dan permukaan yang kasar. Disusurinya mulai dari mulut bawah lalu ke mulut atas, kemudian meraba-raba gigi yang ada di sekitarnya. Sebuah gigi seri hilang, hanya tinggal gusi.

            “Angkat. Sekarang pegang lagi bagian lain. Apa itu?”

Lihat selengkapnya