Bangsal PICU RS Dokter Soedarso
Salman dinyatakan lulus oleh Kepala Staf Medis Fungsional (SMF) OBSGIN setelah melalui dua kali ujian yang berhadapan langsung dengan pasien. Kepala SMF, dokter Dwiyono, memuji tak hanya kemampuan akademik Salman, tetapi juga performanya selama stase yang sangat baik, sopan, dan tekun. Pengalaman berharga selama stase, terlalu sulit untuk dilupakan.
Setelah menjalaninya selama sepuluh minggu, dia kemudian masuk ke stase Ilmu Kesehatan Anak (IKA), dengan masa yang sama. Tak kalah menegangkan. Dosen-dosen pembimbingnya tegas dan bahkan beberapa orang tergolong killer. Salah ataupun tidak harus siap dengan omelan khas orang tua kepada anak-anaknya yang menuntut sebuah kesempurnaan. Kalau tidak perfect, anak orang bisa mati di tangannya. Salman kembali berada di stase yang sama dengan Raisa, dan Affan. Kedua sahabatnya itu selalu menjadi penghibur di kala tubuh mulai lelah.
“Salmaaaan! Cepat ambil sampel darahnya lagi tiap jam! Kenape belum kau ambil, sudah lewat 10 menit!” Dokter Davina meneriakkan instruksi melalui sambungan telepon antar ruangan. Logatnya khas Melayu Pontianak. Salman menerima instruksi itu di PICU, ruang ICU khusus anak-anak.
Salman mengelus dada, dan menarik napas panjang.
“Siap, Dok.”
Salman sedang merawat seorang anak, Andra, berumur sepuluh tahun. Dia teringat kembali bocah itu datang ke IGD dua hari yang lalu, dengan demam yang tak kunjung turun sudah lima hari. Sejak hari pertama demam, suhu badan anak itu selalu di atas 38ºC. Rewel, gelisah, dan tak nafsu makan. Orang tuanya sempat memberikan sirup paracetamol setiap 6 jam, tetapi demam tetap tinggi.
“Jadi apa diagnosismu terhadap Andra ini?’ tanya dokter Davina interogatif, saat Salman mengonsulkan pasien dari IGD beberapa hari silam.
Kebetulan dokter Davina sedang berada di area RS, dan menyambangi Salman dan pasien di IGD. Mereka terlibat pembicaraan.
“Observasi febris, Dok.”
“Itu saja? Diagnosis bandingnya apa?” tanya dokter Davina lagi mencecar.
“Tersangka DBD, Dok.”
“Diagnosis banding lainnya? Masak cuma satu?”
Salman menjeda sejenak. Berpikir keras.
“Cepat! Keburu mati nanti pasiennya kalau otak kau lemot!”
“Malaria, Dok. Infeksi Chikungunya, atau viral infection lainnya.
“Bagus! Tetapi jelaskan satu demi satu dasar diagnosis banding itu.”
Salman kembali berpikir keras. Mengingat kembali kuliah modul Tumbuh Kembang dan beberapa diskusi topik IKA di RS yang sudah ia jalani. Ia pun menjelaskan satu persatu dasar diagnosis banding yang telah disebutkan.
“Jadi, apa rencana kau setelah ini?” Dokter Davina mulai berbicara tenang. Melunak.
“Pemeriksaan Rumple Leede di lengan atas. Untuk mengetahui apakah ada petechiae atau tidak. Kalau positif berarti kemungkinan besar ada DBD.”
“Apa artinya petechiae, dan apa hubungannya dengan pasien ini?”