Resolusi-Resolusi Gila

Ansito Rini
Chapter #12

Pemantik

Ekskul olimpiade komputer baru berlangsung empat kali pertemuan, hari ini sudah kosong lagi. Bahkan akan kosong selama beberapa minggu ke depan. Jadilah yang diamanahi untuk mengisi ekskul adalah Krisna. Dan ini pertemuan pertamanya.

Mulanya aku tak berekspektasi apa-apa tentang materi yang akan Krisna sampaikan. Kupikir dia akan menerangkan tentang dasar-dasar pemrograman, operasi logika, aritmetika, atau struktur data, sebagaimana yang disampaikan pembina kami sebelumnya, seperti yang tertuang dalam silabus. Namun, saat layar LCD justru menampilkan jendala VLC media player, kemudian dalam beberapa langkah, Krisna mengetikkan network URL, tampaklah footage SMA Mandala dari berbagai sudut, diiringi decak kagum teman-teman lain, aku mulai curiga.

“Hari ini kita akan belajar cara meretas CCTV.”

Sontak penghuni laboratorium komputer bersorak-sorai. Kecuali aku. Alisku langsung bertaut. Kulayangkan protes di tengah teman-teman lain yang bersemangat. “Kris… itu kan perbuatan ilegal! Nggak seharusnya dibelajarkan!”

Laili, seorang siswi yang duduk di pojok paling depan membela, “Tapi mempelajari itu penting juga tahu, Rin! Biar kita ngerti celahnya di mana. Biar kita bisa lebih aware juga.”

“Betul!” Beberapa siswa laki-laki urun suara.

Krisna yang tengah berdiri di depan, tersenyum asimetris sambil menghadap padaku. “Kalau nggak berkenan, nggak usah nyimak. Gampang, kan?”

Aku menggerutu dalam hati. Jadilah Krisna tetap unjuk kebolehan, sambil sesekali menjelaskan istilah-istilah yang ada dalam per-CCTV-an. Awalnya aku berpaling dari apa yang dia jelaskan, sibuk berselancar sendiri di internet. Namun setelah mendengar bagaimana ia menguraikan materi, akhirnya telinga, pandangan, dan perhatianku terisap juga.

“Jadi… dari yang udah aku jelasin tadi, kenapa CCTV bisa diretas?” tanya Krisna, berusaha membangun interaksi dengan teman lain.

Username sama password-nya nggak pernah diganti, masih pake bawaan?” Erwin mencoba menjawab.

Krisna langsung menjentikkan jari. “Bener, itu salah satunya. Jadi itu masuk ke credential brute force attack. Yakni ketika threat actor, ngakses data dan sistem, dengan mencoba berbagai kombinasi username dan password yang memungkinkan. Oke… ada lagi?”

“Mungkin nggak sih kalau ada permission misconfiguration? Jadi directory yang mengarah ke file recording CCTV justru izin aksesnya kebuka buat publik?” salah seorang siswa laki-laki di belakang Erwin menyampaikan analisisnya.

“Jadi nggak perlu masukin username atau password buat otorisasi login gitu, ya? Bisa langsung ngakses live footage dari CCTV itu?” Laili menyambung.

“Yes! File permission misconfiguration atau default unauth video feed. Bisa jadi celah juga itu!” Krisna memberikan tanggapan.

Kembali pemuda itu menguraikan panjang lebar. Semakin aku menyimak apa yang ia sampaikan, semakin aku sadar bahwa Krisna memang secerdas itu. Cara dia memilih konteks masalah, memantik diskusi, dan menjelaskan pengetahuan yang ia kuasai, adalah yang sebetulnya kami perlukan, lebih dari sekadar teori yang hanya nangkring di awang-awang pikiran.  

“Di era yang sedang berlangsung sekarang, kejahatan semakin berkembang dan beragam. Kita bisa lihat berita-berita yang ada di televisi atau yang berseliweran di sosmed… agak bikin pusing, ya? Pengamanan lebih… memang perlu, makanya CCTV membantu banget. Bayangin kalau buat jagain tempat tertentu, kita harus pasang satpam di banyak titik, tentu biaya yang kita butuhin nggak sedikit. Tapiii, bukan berarti setelah CCTV terpasang, keadaaan jadi lebih aman gitu aja. Justru ada kemungkinan terjadi modus kejahatan baru. Seperti yang aku sebutin tadi, kejahatan menyesuaikan perkembangan zaman. CCTV bisa diretas, maka kita harus nutup akses-akses yang memungkinkan orang nggak bertanggung jawab meretas perangkat pribadi kita. Dan ya, belajar kaya gini… penting juga, kan? Jadi kita nggak boleh kalah jenius sama orang-orang jahat di luar sana.”

Tepukan tangan menyertai kalimat penutup Krisna. Beberapa bahkan mempersembahkan standing applause. Tak terasa bibirku ikut tersungging karena takjub. Kupandangi kembali layar LCD yang masih menampilkan sorotan CCTV SMA Mandala di enam tempat. Lucu juga melihat orang-orang yang berlalu lalang, yang tanpa mereka sadari, sedang diamati begini. Mataku menyipit tatkala menemukan seorang gadis yang kukenali, dirangkul oleh seorang siswi bertubuh tinggi, sementara tiga siswi lain menyertai. Jika melihat warna badge di lengan atas, merupakan kelas XI. Tapi kenapa… Shasa?

“Kris…! Jangan ditutup dulu!”

Lihat selengkapnya