Resolusi-Resolusi Gila

Ansito Rini
Chapter #13

Rujak Es Krim

Buntut dari keterlibatanku pada kejadian kemarin sore, membuatku harus meninggalkan pelajaran berjam-jam untuk disidang di ruang BK. Lucunya, alih-alih jadi saksi, aku justru tertuduh jadi pelaku berdasarkan keterangan siswa yang melapor–entah siapa. Yang karena itu juga, aku harus menyeret Krisna ikut ke ruang BK, untuk ikut menguraikan kejadian secara jelas, menerangkan detail video dan footage CCTV.

Interogasi panjang itu akhirnya berakhir sepuluh menit sebelum bel istirahat pertama. Sambil berjalan menuju kelas, kuungkapkan kelegaanku sekaligus berterima kasih pada Krisna atas bantuannya.

“Kamu kira itu gratis?” Krisna menatapku dengan alis terangkat satu.

“Yaudah… aku bisa bales budi luhurmu itu dengan apa?”

“Rujak es krim depan sekolah,” sahut Krisna cepat.

Aku berpikir sejenak. “Oke… nanti pulang sekolah, ya?”

“Sekarang aja gimana? Sepuluh menit lagi kan bel istirahat. Nanggung.”

Mulanya aku hendak protes. Tapi kesigapan Krisna dalam menghalangi jalan lalu membalikkan badanku untuk memutar arah, membuatku sepakat juga.

Seorang satpam lekas berdiri begitu kami memasuki lobi–bermaksud membebaskan diri keluar sekolah.

“Habis penilaian harian, Pak, udah selesai dulu!”

Seruan Krisna disambut acungan jempol Pak Satpam. Setelah berhasil keluar gerbang, aku berkomentar. “Kenapa harus bohong, sih?”

Emang kamu punya alasan lain yang bisa bikin kita keluar sekolah sebelum bel istirahat?”

Aku menggeleng. Tanpa sadar menyunggingkan senyum, memandangi punggung Krisna yang berjalan semakin jauh. Aku berusaha mengabaikan overthinking-ku dan mulai mengikuti langkah panjang Krisna yang telah siap menyeberang jalan raya.

Pada Bapak penjual yang menunggui gerobak kaki tiga, kuserahkan selembar uang sepuluh ribuan sambil menunjukkan dua jari–mengode. Duduk di atas kursi plastik hijau, aku dan Krisna memandangi gedung SMA Mandala beserta lalu-lalang kendaraan. Sampai kemudian, hidangan serutan aneka buah yang dibaluri bumbu gula jawa dengan satu skop es krim di atas mangkok kecil itu datang. Sensasi pedas, segar, manis, dan dingin, menyatu dalam mulut. Beberapa kali mataku menyipit saat mengunyah potongan nanas. Cepat-cepat mencari potongan bengkoang dan pepaya sebagai penawar. Lalu menyendok campuran es krim dan saus rujak hingga tandas.

“Pasti kamu nggak pernah ngerasain bolos sekolah? Atau pura-pura sakit biar nggak berangkat?” tahu-tahu Krisna bertanya saat mangkuk kami telah sama-sama kosong.

“Pura-pura sakit pernah, pas SMP. Gara-gara… waktu itu Ujian Semester kan, sehari itu tiga mata pelajaran. Nah, aku tu ngerasa belum belajar total. Kaya belum belajar semuanya karena waktunya kaya nggak cukup. Terus aku pura-pura sakit biar ikut ujian susulan. Waktu belajarku lebih panjang, deh.”

Mendengar ceritaku, mata Krisna membeliak. “Gitu ya kalau orang pinter?”

“Aku pinter? Aamiin. Tapi kayaknya kamu lebih pinter, deh!” sahutku, “Sampe aku iri banget, gimana sih belajarmu, perasaan nggak pernah keliatan ambis.”

Krisna terkekeh. “Belajar tu ada tekniknya. Penting juga buat belajar ‘caranya belajar’. Effortles, tapi tetep efektif. Tapi kalau teknikku, kayaknya nggak cocok buat orang yang terlalu perfeksionis, yang apa-apa harus 100. Aku mah kalau pelajaran, nilai 80-90 udah cukup. Jadi bisa belajar yang lain.”

Lihat selengkapnya