Rambutku semakin panjang; kini ujungnya berada di pertengahan bahu dan pinggang. Dengan terpaksa kupelajari segala macam gaya mengikat rambut, mencobanya tadi malam. Tetap mengikatnya acak membuat rambutku rapuh dan mudah patah.
Berdiri di depan cermin, kuraih sisir. Menyatukannya dengan rambut, lalu menariknya hati-hati untuk membuang kusut dan helaian yang telah tercerabut dari kulit kepala. Kuambil sebagian rambut di bagian atas kepala, baik samping kanan dan kiri, lalu menariknya ke belakang. Masing-masing kuikat, sebelum akhirnya kukepang. Dua fishtail braid itu kusatukan di belakang. Membiarkan beberapa helai rambut pendek tipis membingkai wajah.
Kemarin, usai menurunkan aku di depan rumah, Alan tak segera beranjak. Seperti ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu; terlihat dari mulutnya yang sedikit mangap tapi mengatup lagi. Aku menatapnya heran. Tidak terbiasa dengan attitude-nya yang seperti itu.
Lalu kemudian dia bilang, “Salad bar favoritmu buka cabang di daerah Prawirotaman.”
Mataku membeliak kegirangan. “Se-ri-us?”
“Iya. Tanggal 21 kemarin. Nggak punya instagram, sih!” ejeknya, “Mau ke sana? Sekalian aku mau syukuran. Tapi kalau ke salad bar, cuma cukup buat jajanin kamu.”
Aku terkekeh. “Nggak dijajanin juga nggak apa-apa, Laaan! Aku mau!”
“Oke. Besok pagi, ya? Aku jemput jam sepuluh.”
Dan hari ini, Alan telah sampai di depan rumah lagi.
Kututup gorden kamar, lalu bergegas keluar. Om Rafa yang tengah bersantai di depan televisi, menyaksikan ketergesaanku dengan dahi berkerut.
“Mau pergi?” tanya Om Rafa. Kujawab dengan anggukan kecil. “Mama-Papa-mu udah mau nyampe, lho.”
“Lalu?”
“Nggak nungguin dulu?”
“Keburu siang dan panas, Om!”
“Mau ke mana, sih?”
“Greentopia! Buka cabang, Om, di daerah Prawirotaman!” Dengan suka-cita aku menginfokan. “Sekarang, aku nggak perlu nunggu Om luang lagi kalau pas pengen, karena lebih deket. Om mau ikut?”
“Sama siapa?”
“Alan. Dia mau nraktir, kemarin tim futsalnya menang.”
“Owalah… ya kalau sama Alan nggak mungkin lah Om ikut. Kasian Alan. Om juga laki-laki, jadi mengerti maksudnya. Yaudah sana, hati-hati. Jangan lama-lama. Apalagi sampai sore. Tahu kan Mama-Papa kamu gimana?”
Aku tak menjawab. Memilih melambaikan tangan pada lelaki itu.
***
Bangunan minimalis dengan variasi atap garis-garis sage-putih itu berdinding kaca, memburam di bagian bawah. Maka sinar matahari menjadi pencahayaan utama, menyeruak masuk menerangi interior yang lapang dan bersih. Begitu kami melangkah masuk, konter salad bar terpampang di samping kiri, terbuat dari kayu solid dengan permukaan granit berwarna mint. Di atas konter, berbagai macam sayuran segar, buah-buahan yang berwarna-warni, dan protein yang dipanggang sempurna berjajar rapi terlindungi etalase kaca. Aneka dressing, topping, dan crouton turut melengkapi.