Resonansi Semesta

Malaika Farida
Chapter #2

Terlahir Kembali

"Turunkan aku!" teriak Sofia menendang, meronta dalam gendongan Jinan. Lebih tepatnya dipanggung bagai sekarung beras.


Tubuh Sofia yang ringkih tidak mampu menggoyahkan langkah Jinan menyusuri rampa. Berat 40 kilogram dan tinggi tidak lebih dari 150cm tidak sebanding dengan stamina Jinan yang rajin olahraga. Dia banyak melakukan latihan untuk pertahan diri.


Ruangan gelap dan pengap menyambut mereka. Bau etanol mengambang di udara. Bangkai gurita sebesar tiga meter tersimpan dalam tabung pexiglas di sebelah kanan pintu. Batu-batu berbentuk cakram berisi antropoda tersegel menggantung menutupi sebagian dinding.


Dingin yang familier menggelitik Sofia, "Lepaskan aku! Kumohon!" Suaranya berbisik lemah. Tenggorokan sampai serakpun tidak mendapat respon. Jinan bersikap bisu dan tuli.


...

Jinan membaringkan Sofia di sofa coklat usang. Busa-busa mencuat keluar dan berbau apak. Sofa yang seharusnya sudah lama pensiun. Jinan jongkok di samping sofa merapikan anak rambut Sofia yang lengket oleh keringat. Sedikit menggigil karena takut dan juga udara ruang bawah tanah yang mencubit.

"Tenanglah, Kak!" Jinan mengelus wajah kakaknya yang basah oleh lelehan air mata. Tangan kirinya menekan Sofia supaya tidar bangkit dan kabur.


Napas Sofia memburu. Dia melihat kilau suram di mata Jinan. Sesuatu yang selalu membuat Sofia takut, bersemayam di dalam mata itu. Sebentar lagi penderitaan akan kembali dimulai.


Perlahan bibir pucat Jinan mendarat di dahi Sofia. Dingin menjalarkan rasa ngeri yang semakin menekan. Sofia ingin bangkit dan menyelamatkan diri. Tetapi sebuah gigitan samar di lengannya telah menonaktifkan sistem geraknya. Otot dan tulangnya terasa lembek. Ia tidak mampu menolak keinginan kelopak mata untuk menutup. Seolah lem super kuat sengaja ditumpahkan dikelopak matanya.


Diantara benak yang melayang. Rasa dingin makin ganas mencabik tubuh. Kain pelindung tubuh satu persatu melayang oleh tangan Jinan. Jemarinya menelusur berirama. Gelitik menjalar, menggelisahkan.


....

Jinan mengangkat tubuh telanjang Sofia dan membaringkannya di dalam kotak pexiglas sepanjang dua meter dengan tebal tiga puluh dua sentimeter.


Memposisikannya dengan nyaman. Lalu mengisolasi Sofia seluruhnya dari dunia.


Jinan duduk di atas kotak dimana Sofia bersemanyam. Mengintip lewat jendela kecil di depan wajah Sofia.


Sesekali pandangannya berpaling ke rangkaian kabel dan pipa-pipa. Jalan air akan mengaliri kotak pexiglas.


"Kamu bukan bagian dari rangkaian koleksiku, Kak." Jinan tersenyum masam membayangkan tubuh kakaknya meliuk dalam larutan etanol, "Jadi tenanglah! Dan ikuti prosedurnya!"


....

"Kakak sudah bangun?" Kengerian menjalari Sofia mendengar suara teredam Jinan. Sofia kehilangan esensi akan waktu. Berapa lama ia terlelap. Dalam hitungan menit, jam ataukah hari?


"Keluarkan aku!" Sofia menggedor-gedor kotak kaca. Gelap. Oksigen seakan mencekik di setiap tarikan napas, "Jinan! Keluarkan aku!"


Dari jendela di atas wajah Sofia melihat Jinan memberi isyarat agar ia diam dengan jari. Dari mata Jinan yang merah Sofia tahu penderitaannya akan semakin dekat.


....

Jinan menarik sebuah tuas. Air mengaliri kanal yang tersambung ke kotak pexiglas.


"Rasa sakit itu tidak akan lama, Sofia." Jinan mengintip sekali lagi dari bingkai kaca lalu melenggang meniti rampa. Dibiarkan Sofia menikmati momen tenggelamnya.


...

"Keluarkan aku!" Cairan hangat menggelinding di pipi Sofia. 


Kaca-kaca yang menyekat ruang geraknya sangat dingin. Tangan Sofia meraba permukaan mencari celah untuk keluar. Namun yang ditemukan justru lubang yang menyemprotkan air. Dan tujuh lubang kecil lain tempat oksigen menyelinap.


Sofia meraup banyak oksigen. Sewaktu kecil ia sangat jago menahan napas dalam air. Ia sering berlomba dengan ayahnya. Tetapi sekarang ketrampilan itu sudah sangat jarang dipraktikkan. Kepanikan semakin menggurita dalam kepala Sofia.

Air perlahan terus naik. Setiap senti ketinggian air membuat detak jantung makin riuh. Sofia menahan napas. Mengkhianati paru-parunya yang mendamba oksigen. 


'Tahan!' Sofia terus memotivasi diri. Ia sering melakukan Tahan', lari sudah bagian dari gaya hidup. Lari kecil dapat mencegah berbagai risiko penyakit. Ia biasa lari berkeliling kompleks tiga kali sepekan. Seharusnya ini mudah menahan napas hingga Jinan kembali dan membuka kotak ini. Jinan pasti cepat kembali kecuali bocah itu benar-benar ingin melenyapkan kakaknya. Didetik ke sembilan puluh Sofia tidak tahan lagi, ia menarik napas. Sengatan rasa panas mengalir lewat kerongkongan. Air langsung mengalir masuk ke mulut. Tubuhnya terbakar dari dalam. Sofia merasa tubuhnya semakin ringan. Tenggelam.

Mata terpejam erat. Lalu pudar.


Lihat selengkapnya