Tempramen adalah nama tengah Beni Mahendra. Setidaknya begitu menurut semua orang di kantor yang pernah berurusan dengannya.
Sepanjang hari itu, ada tiga suara nyaring saling bersahutan di ruangan lima kali sembilan meter yang jadi markas divisi IT. Lagu hip hop dangdut viral dari speaker Bang Yandi yang diputar berulang kali adalah yang pertama. Suara kedua asalnya dari nada dering panggilan yang tidak kunjung diangkat oleh Beni. Terakhir, suara ketikan keyboard yang seolah sengaja dihentak keras-keras seperti ingin meninju realitas. Pelaku suara ketiga itu juga Beni.
"Sumpah, Ben?" Mbak Wati tidak tahan lagi. Dia memandang sengit dari mejanya.
Beni sengaja menekan tut keyboard makin keras sebelum akhirnya menyerah dan mengetuk tombol hijau di layar ponselnya. Suara nyaring yang ceria terdengar di seberang.
"Sore Bang Ben, tidurnya nyenyak kan semalam?"
"Nggak nyenyak sama sekali. Kan kamu habis ganggu saya semalam sama komplain nggak penting."
"Hehe, gimana ya, sekarang saya mau ngerepotin Bang Ben lagi, nih. Boleh?"
"Kayak kalau nelpon nggak pernah nggak ngerepotin saya aja."
"Ini loh, Dokter Fahri laporan kalau data pasien rawat inap seminggu kebelakang kok hilang semua ya? Sistem lagi error ya?"
Ben mengernyit. "Nggak mungkin, lah! Kecuali kalian hapus."
"Tapi ini beneran nggak ada loh Bang, ini aku buka di menu report, ke RKM rawat inap summary, kan, terus pas aku klik nggak ada datanya, malah muncul data pasien ranap hari ini."
"Di history RKM ada? Coba cek dulu di menu paling bawah, isi 'rawa filtert jenis RKM sama tanggalnya."
"Di history RKM ya? Bentar saya cek." Mbak Andri, adminisrasi klinik bersenandung sembari melakukan yang diperintah. "Loh, kok di sini ada. Kok di report engga ada ya? Bisa bantu nggak ya Bang Ben? Saya kirim screenshot-nya ke wa deh."
Ben melihat foto di layar whatsapp desktop. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukan letak kesalahan pada foto itu. "Sistem nggak error, tapi otak kamu! Gimana data minggu kemarin mau tampil kalau filter tanggalnya minggu ini?"
Tiba-tiba suara tawa malu terdengar di seberang. "Aduh maaf Bang Ben, khilaf ini dokter Fahri. Beneran saya udah pusing ini antrian klinik lagi banyak banget."
"Lain kali kan bisa kamu analisa dulu foto dari dokter, jangan apa-apa langsung kirim ke saya. Gimana sih, dikit-dikit error, dikit dikit error!"
Telepon diputuskan. Jari Ben kembali menonjok-nonjok keyboard dengan ganas. Tidak berselang lama, telepon kembali berbunyi.
"Sore Bang Ben, maaf ganggu nih, Bang Ben tolong ini kenapa ya komputer saya kok nggak tersambung ke internet? Mau akses Klinika nggak bisa-bisa dari tadi."
"Saya cuma digaji buat jadi web developer, mas, bukan teknisi!"
"Eh, terus kalau begini komplain ke siapa, dong?"
"Mana saya tahu, masa saya yang harus mikir? Kamu pikir saya dukun jaringan? Telepon Bang Wawan tuh coba!"
Hubungan telepon kembali dimatikan. Ini sudah telepon kelima belas sepanjang hari itu dari user-user Ben yang bikin sakit kepala dengan berbagai tingkah anehnya.
"Asu!" teriak Ben berbarengan dengan suara penyanyi hip hop jawa dari speaker Bang Yandi.
"Sabar, Ben. Kali ini giliran saya yang dicari user," kata Bang Yandi, menunjuk pada layar ponselnya yang menampilkan panggilan.
"Ya, selamat sore Ibu? Ada yang bisa dibantu?" Berbeda dengan Ben yang cenderung meledak-ledak. Bang Yandi adalah pribadi yang sangat ramah. Kadang Ben juga bingung dia itu web developer atau customer service.
"Oh, kalau web Klinika sih PIC-nya Ben. Mau saya kasih teleponnya ke dia?"