Harta adalah amanah. Panti asuhan selalu menjadi tempat yang selalu ia kunjungi. Setiap bulan puluhan juta ia habiskan pada pembangunan panti asuhan.
"Terima kasih pak sudah membatu kami. Andaikan ada banyak orang seperti bapak, pasti negeri ini makmur," ungkap Mbok Inem ketika mengantar Restu keluar dari area panti.
"Habis ini mau kemana lagi pak?" tanya si mbok, basa-basi.
"Ada dua panti yang harus saya kunjungi hari ini mbok!" ujarnya. Wanita Jawa itu sangat ramah. Dari wajahnya penuh cinta.
Ceritanya, Mbok Inem merantau dari Brebes ke kota Medan. Ia bertemu jodohnya di kota ini. Karena tak punya anak, suaminya memutuskan nikah tanpa sepengetahuannya. Dan kini suaminya telah memutuskan menceraikannya.
Mbok Inem akhirnya berjodoh dengan panti ini. Panti Asuhan Al-Arif, memberikan kebahagiaan sendiri baginya. Ia tak perlu bersedih karena tidak memiliki anak. Karena sekarang ia bersama puluhan anak yang Allah titipkan pada mereka.
Restu juga membangun sekolah gratis, diperuntukkan bagi anak-anak yang putus sekolah. Memberikan harapan bagi mereka, adalah seni untuk berbagi kebaikan. Rasa yang paling menyakitkan adalah hidup tanpa harapan. Ia datang memberikan harapan.
Pemerintah sebenarnya ikut andil dalam membantu. Bahkan beberapa organisasi masyarakat juga ikut serta membantu. Hanya saja, bantuan mereka biasanya melalui kamera dan juga melalui proses pemotongan uang.
Tapi Restu tak mempermasalahkannya. Ia tak mengurusi niat manusia, cukup Allah yang akan menimbangnya.
Yayasan Cita Nusantara menjadi proyek surga baginya. Disanalah anak-anak tak mampu diberikan harapan? Seyuman mereka sangat berharga.
Handphone berdering, ada panggilan dari kampus. Sebuah berita, bahwa ia diberhentikan sebagai dosen melalui telepon genggam.
"Maaf pak, pesan dari Bapak Sunarto, katanya bapak jangan masuk dulu. Demi keamanan kampus!" ujar seorang utusan, sekaligus yang membantu Sunarto mengajar.
"Baik, sampaikan terimakasih. Pesannya sudah saya terima!" jawab Restu.
"Maaf ya pak!" tanggapnya kembali.
"Santai saja, manusia tak bisa menghukum. Jaga baik-baik nama kampus ya!" pinta Restu padanya.
Seperti biasa, ia tak butuh uang dari hasil mengajar. Usahanya kini berkembang pesat. Hanya saja kini lelaki itu kehilangan tempat untuk berdiskusi dengan mahasiswa.
Tapi itu tak berlangsung lama, Reihan membentuk koalisi mahasiswa membangun dan menjadikan organissi itu sebagai sarana berdiskusi kembali dengan sang dosen kebanggaan mereka. Meski acara selalu dilakukan diluar kampus, namun aura pendidikan sangat terasa. Mereka adalah generasi yang masih peduli dengan masa depan bangsa.
****
Panggilan adzan berbunyi, Restu sholat sebaris dengan mahasiswa. Setelah usai, seorang mahasiswa duduk mendekat.
"Kini aku percaya, semua yang bapak sampaikan adalah suara Tuhan," ujarnya polos.
"Apa alasan kamu?" tanya Restu.