Suasana pagi di pertengahan tahun 2012.
Halaman sekolah sebuah SMA di Kabupaten Bogor terlihat penuh. Mereka berkumpul dengan dandanan 'unik'. Maklum saja, hari ini masih dalam rangka masa orientasi siswa. Saat itu, masa orientasi semacam ini masih menjadi ikon pengenalan sekolah pada siswa baru. Peserta orientasi dengan dandanan aneh terlihat di setiap penjuru sekolah. Peserta laki-laki beruntung, tak perlu memakai pita di rambut mereka. Sementara peserta perempuan, rambut mereka harus di kepang dua, dengan dua warna pita yang berbeda. Papan nama bertuliskan nama panggilan setiap peserta, dan topi dari bola plastik yang dibelah dua. Jika ada yang tak mengenakan hiasan aneh itu, maka mereka adalah kakak kelas yang bertugas mengorientasi. Semua peserta wajib mengenakan embel-embel orientasi.
Hari ini adalah hari terakhir orientasi peserta didik. Ada tugas tertentu hari ini. Para peserta sibuk mencari orang yang namanya tertulis dalam amplop yang mereka genggam dengan perasaan bersemu. Sorak-sorai terdengar menggoda, saat kakak kelas mendapat surat yang diberikan adik kelasnya. Tapi ada juga kakak kelas yang pura-pura ikut senang saat temannya mendapat banyak surat, sementara dia belum dapat satu pun.
Diantara ratusan peserta yang sibuk mencari kakak kelas untuk diberi surat cinta, ada satu peserta yang bahkan terlihat tidak tertarik mengikuti masa orientasi ini sejak awal. Ia tak ikut dalam kesibukan mencari kakak kelas yang disukai. Ia hanya duduk memperhatikan teman-teman - yang tak ia ketahui namanya, berbinar melihat kakak kelas menerima surat. Bahkan ada yang sampai menangis haru saat kakak kelas pujaannya menerima surat dan bilang akan membalasnya.
Satu jam dihabiskan para peserta untuk mengantar surat. Setelahnya mereka bisa beristirahat, sementara para kakak kelas menghitung jumlah surat yang mereka terima.
“Tes … tes ….”
Suara toa yang berdenging mengganggu pendengaran menjadi tanda bahwa para peserta orientasi harus berkumpul di lapangan.
“Perhatian semuanya!”
Tanpa diminta pun perhatian sudah tertuju pada Ketua Osis yang berdiri di hadapan ratusan peserta orientasi.
“Kami sudah menghitung jumlah surat yang diterima. Kalian mau tahu siapa yang mendapat surat paling banyak?”
Jawaban “mau” kompak diberikan. Tapi sepertinya prediksi tentang siapa yang mendapat surat cinta paling banyak sudah bisa dilihat dari banyaknya peserta orientasi yang mendatangi si kakak kelas.
“Tahun ini, jumlah siswa di sekolah kita di dominasi oleh perempuan, jadi … jelas sekali para lelaki yang paling banyak dapat surat cinta. Ah, saya rasa kalian sudah tahu siapa orangnya.”
Seruan peserta perempuan yang bisa merasakan kalau saingan mereka banyak, nyaris kompak menyerukan satu nama yang sama.
“Ya … generasi kedua fandom Kelana akan segera terbentuk.”
“Aaaaaaa …” Teriakan peserta perempuan yang merasa memberikan surat pada siswa yang namanya disebut kompak berseru girang.
“Sudah … sudah!” Ketua Osis berusaha menghentikan teriakan girang fandom baru yang mulai terbentuk. Tangannya terangkat keatas berharap semuanya kembali tenang.