Acara besar pertama setelah resmi bersekolah di sini adalah pemilihan OSIS. Ketua OSIS yang dulu pernah didebat oleh Ana akan segera lengser. Wajahnya seperti legowo, menerima kalau masa jabatannya harus usai. Satu persatu kelas di datangi tiga pasang kandidat calon Ketua dan Wakil Ketua OSIS. Layaknya kandidat pemimpin, ketiga pasang kandidat itu memasang wajah penuh senyum, berharap mereka dipilih.
Ana kenal satu diantara enam kandidat itu. Wajah menyebalkan itu tak mungkin ia lupakan. Sialnya, wajah menyebalkan itu bertaut dengannya. Mata mereka bersitatap. Senyum lebar itu terpasang sempurna di wajah Kelana.
Sayangnya, banyak siswa salah kira. Seruan iri terdengar saat senyum Kelana hinggap pada seseorang. Mereka mengira itu untuk Kinanti. Gadis cantik, yang kini jadi primadona sekolah.
Visi misi singkat diberikan ketiga pasang kandidat untuk menarik simpati calon pemilih. Ana memperhatikan dengan seksama, ia perlu memilih kandidat yang tepat agar bisa merasakan kegiatan sekolah yang menyenangkan.
Dari ketiga pasangan kandidat, memang pasangan Kelana yang terdengar meyakinkan. Cara ia menyampaikan, mimik wajah dan gestur tubuhnya terasa sampai pada audiens.
Pesta demokrasi disekolah ini akan langsung mengetahui siapa pemenangnya. Sepulang sekolah para panitia siap melakukan penghitungan suara di lapangan sekolah. Beberapa guru juga hadir menyaksikan. Antusias siswa juga teralihkan disana.
Kinanti menarik tangan Ana untuk menyaksikan siapa kandidat yang akan memenangkan pemilihan suara. Meski sudah bisa diprediksi siapa pemenangnya.
Dua pasang kandidat lainnya masih tetap tersenyum. Meski suara mereka tertinggal. Cukup jauh. Saat nama Kelana berulang kali disebut, seruan dan tepuk tangan ramai diberikan untuknya.
“Menurut kamu, siapa yang akan menang, An?” Kinanti terlihat antusias.
“Sudah kelihatan."
“Kak Lana, maksud kamu?”
Ana hanya mengangkat bahu.
“Tadi kamu pilih siapa?” Kinanti penasaran.
“Rahasia,” jawabnya singkat.
“Tapi, tadi aku ngintip sedikit, kok.” Kinanti terkekeh.
Ana menepuk pundak Kinanti yang usil. Matanya melotot memarahi Kinanti. Tapi yang dimarahi justru terkekeh tak peduli.
Tepuk tangan dan sorak kemenangan terdengar saat nama Kelana dinyatakan sebagai pemenang dalam pilihan suara sebagai Ketua dan Wakil Ketua Osis yang baru. Ketua Osis lama memberi selamat pada Kelana dan rekannya.
Kinanti tak kalah heboh. Ia berjingkrak ikut bersorak. Kecuali Ana. Dia biasa saja. Baginya siapapun yang menang, pastinya harus membuat kebijakan menyenangkan untuk semua siswa yang belajar disini.
“Terima kasih, untuk semua yang sudah berpartisipasi dalam pemilihan Osis tahun ini. Kami janji, kami akan berusaha keras untuk membentuk lingkungan sekolah yang nyaman. Dan tahun depan, kami akan membuat orientasi siwa baru yang berbeda.”
Tak ada jari yang menunjuk pada diri Ana, tapi ia merasa kalimat itu tertuju untuknya.