Ana sampai di rumah masih dengan perasaan jengkel. Bagaimana tidak, selama perjalanan Kelana sibuk bertanya. Berangkat sekolah jam berapa, buku favorit apa, suka susu kotak atau tidak, bahkan menanyakan siapa yang Ana pilih saat pemilihan Osis. Ana sudah memberi sinyal dengan wajah ketusnya saat menjawab, tapi pria itu tak patah arang untuk terus mengajak Ana bicara.
Energinya terkuras dengan tingkah Kelana.
Kali ini Abim tak pulang saat istriahat. Mungkin sedang banyak pelanggan. Ana masuk kamar dan mengganti bajunya. Kemudian melanjutkan aktifitas seperti biasa sampai sore.
Menjelang malam, Ana akan asik di kamarnya dengan buku atau terkadang mendengarkan radio. Mungkin peminat radio sudah berkurang sekarang, tapi Ana tidak. Dia masih tertarik mendengarkan siaran radio untuk menemani malamnya.
Sambil mendengarkan kisah-kisah yang dituangkan dalam puisi pendek, jemari Ana ikut menggoreskan tinta di bukunya. Ikut merangkai kata mecurahkan isi hati.
Kalian yang juga mau mencurahkan isi hati lewat puisi boleh banget kirim puisi kalian ke nomer 087 890 123 123. Dan satu lagu akan menemani malam kalian sambil menunggu puisi yang kita pilih untuk dibacakan lagi. Satu lagu dari Nicky Tirta dan Vannesa Angel, Indah Cintaku.
Alunan lagu yang menceritakan tentang mencintai seseorang, menjadi pengiring buat Ana menuliskan apa yang tengah ia rasakan. Bukan tentang mencintai, tapi tentang arti kasih yang sejati. Ia kehilangan arti kasih yang indah. Hilang bersama kepergian Sang Ayah bersama kebahagiaan yang lain.
***
Pukul 06.45 WIB, Ana sudah sampai di depan Halte. Bagi Ana, udara pagi disini sangat menyenangkan, tapi juga cukup membuat bulu kuduk Ana selalu merinding. Maka setiap pagi, jaket kesayangan Ana selalu menempel di tubuhnya. Ia berjalan santai karena masih ada waktu lima belas menit sebelum bel masuk berbunyi.
"Hi, Ana.”
Wajah Ana langsung ditekuk begitu melihat Kelana berjalan di hadapannya. Ia muncul dari warung di pinggir jalan menuju sekolah. Warung yang biasanya dipakai beberapa siswa beken nongkrong sebelum pulang sekolah atau bolos saat jam pelajaran berlangsung.
"Kamu datang sepagi ini?”
“Iya,” jawab Ana seraya melanjutkan langkahnya.
“Ana, kamu sudah sarapan? Aku punya roti, buat kamu.”
“Aku sudah sarapan.” Ana tak menghentikan langkahnya.
“Oh, atau bisa buat istirahat nanti.” Kelana tak putus arang ‘memaksa’ Ana menerima roti bermerk dan susu kotak rasa coklat.
"Kamu mau nyogok aku? Kalau kamu suka sama Kinan, kamu bisa bilang langsung.”
Kali ini Ana terhenti. Memberi garis wajah tegas pada Kelana.
“Hah?” Kelana menaikan sebelah alisnya, lalu menyibak rambut yang menutupi dahinya kebelakang. Terkekeh renyah sekali. "Jadi, kamu berfikir aku mau temenan sama kamu buat ngedeketin Kinanti? Hei, Ana, aku kenalan sama kamu pure karena pengen temenan sama kamu.”
Kali ini Ana yang menaikan alisnya, masih tak percaya.
Kelana mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.
"I swear. Aku bener-bener pengen temenan sama Ana.”
Ana menimbang. Memperhatikan sejenak wajah serius Kelana yang masih mengangkat kedua jarinya. Senyum Kelana terbentuk untuk meyakinkan Ana.