Restu Kelana

Lail Arrubiya
Chapter #8

Makin Suka

Detak jarum jam setiap hari berputar, tanpa menunggu siapapun yang tertinggal dibelakangnya. Kian waktu, kalender di dinding berganti bulan. Mencipta cerita berbeda setiap harinya. 

Namun ada yang sama selama beberapa bulan ini. Pertemuan Kelana dan Ana yang seakan sudah dibuat skenarionya. Roti dan susu kotak nyaris setiap hari diberikan Kelana untuk Ana. Sesajen katanya. Bila terlewat diberikan, bisa tak berjalan lancar harinya. Sesajen untuk bisa bertemu Ana. 

Di sisi lain, kondisi ini menguntungkan buat Ana. Setiap ada kesempatan pula Ana menyelipkan cerita tentang Kinanti pada Kelana. Berharap sahabatnya itu punya kemajuan untuk urusan hatinya. Dan, Ana merasa itu berhasil.

Akhir-akhir ini Kelana tak menemui Ana di halte, gerbang sekolah atau perpustakaan. Menjelang kenaikan kelas, anak-anak OSIS dibuat sibuk. Persiapan acara perpisahan angkatan akhir dan acara bakti sosial yang diadakan setiap dua kali dalam setahun. Satu di lakukan setelah ujian semester dan satunya menjelang perpisahan angkatan akhir. 

Acara ini yang menjadi fokus Kelana akhir-akhir ini. Ini akan menjadi acara kolaborasi antara kepengurusan OSIS baru dan OSIS lama. Benar-benar seperti tugas OSIS yang terakhir sebelum meninggalkan sekolah.

Namun siang ini, setelah sekian lama tak bertemu, akhirnya Kelana menyempatkan diri menemui Ana di perpustakaan. Sayangnya tak ada roti dan susu kotak. Kelana terlalu terburu-buru sampai meninggalkan bekal wajibnya.

Wajahnya terlihat lesu dan kurang bersemangat. Padahal susah payah ia mencuri waktu untuk bertemu Ana.

"Kamu sakit?" tanya Ana yang tak mendengar celotehan Kelana meski sudah duduk bersama selama lima menit.

Kelana menggeleng.

"Aku lelah, An. Tugas akhir tahun di OSIS banyak banget," ujarnya sambil meletakan pulpen yang sedari tadi digenggamnya. 

Ana tersenyum simpul.

"Bukannya Kak Lana hanya perlu memeriksa. Sisanya di lakukan setiap seksi, kan?"

Mata Kelana melotot saat Ana menyepelekan tugasnya. Tapi melototnya Kelana tak membuat Ana takut. Wajah rupawan itu seakan tak bisa memberi ekspresi sangar.

"An, di organisasi itu banyak perbedaan pendapat. Aku kadang bingung menyikapinya. Ada aja yang bilang aku berat sebelah. Atau ... lambat mengambil keputusan."

Ana mengangguk setuju tentang banyaknya perbedaan pendapat. 

"Tapi ini bisa jadi pembuktian, kalau Kak Lana layak di pilih sebagai OSIS karena Kak Lana memang kompeten bukan sekedar karena ketenaran."

Kelana menaikan satu alisnya.

Lihat selengkapnya