Setahun ini, Bu Syarifah bekerja di sebuah perkebunan teh milik juragan terkenal di daerah tempat tinggalnya Juragan Rasyid namanya. Dia mempunyai perkebunan teh beserta pabriknya. Bukan hanya itu, Juragan Rasyid juga punya beberapa villa yang laris dikunjungi turis lokal maupun mancanegara saat liburan tiba.
Bu Syarifah bisa bekerja disana berkat tetangga yang merekomendasikannya saat Bu Syarifah membutuhkan pekerjaan. Beruntungnya, saat itu Juragan Rasyid sedang membutuhkan pekerja tambahan. Jadi, tanpa banyak pertanyaan dia menerima Bu Syarifah.
Istri Juragan Rasyid yang lebih akrab disapa Nyai Asiyah sering datang ke perkebunan, sekedar menyapa pekerja sambil membawa banyak makanan. Baginya datang ke perkebunan merupakan social time untuknya. Ia terkadang bosan bertemu para istri kolega bisnis suaminya, yang sibuk bercerita tentang dunia mereka sendiri.
Juragan Rasyid dan Nyai Asiyah punya tiga anak. Dua diantaranya sudah menikah di usia muda. Anak pertamanya bernama Konita, 23 tahun, menikah dengan anak kolega Juragan Rasyid dari Jakarta. Anak keduanya bernama Kencana, 21 tahun, menikah dengan rekan Juragan Rasyid di komunitas berkudanya. Kencana diperbolehkan meneruskan kuliah sambil mengurus suami yang mendukungnya meraih cita-cita sebagai guru.
Dan anak bungsu Juragan Rasyid, satu-satunya anak lelaki di keluarga ini adalah Kelana, 17 tahun. Seperti halnya kedua kakak Kelana, Juragan Rasyid juga berniat menjodohkan Kelana dengan rekan bisnisnya. Tapi Nyai Asiyah selalu melarang suaminya memberlakukan hal yang sama untuk putra mereka.
Nyai Asiyah ingin Kelana hidup dengan pilihannya sendiri. Paling tidak untuk urusan jodohnya kelak. Karena jalan hidup Kelana tak berbeda dari kedua kakaknya. Diatur sepenuhnya oleh sang ayah.
***
Kelana terkesiap melihat Ibunya Ana datang. Bukan hanya Kelana, Bu Syarifah juga terkejut.
"Loh, Aden temannya Ana?" Suara Bu Syarifah terdengar sopan bertanya.
Kelana mengangguk ditengah rasa terkejutnya.
"Ibu kenal dia?"
Bu Syarifah tersenyum ke arah Ana.
"Dia anaknya Juragan Rasyid. Pemilik perkebunan teh tempat Ibu kerja."
Kini giliran Ana yang terkesiap, bahkan sampai menganga mulutnya, kemudian tersenyum canggung.
"Yasudah, ajak Ibu masuk. Sebentar lagi acara yang paling ditunggu-tunggu," ucap Kelana.
Ana setuju.
Ia segera menggandeng ibunya menuju area panggung. Pengumuman juara umum sekolah akan segera di umumkan.
Beruntung masih ada dua bangku kosong untuk Ana dan Ibunya. Masih ada persembahan terakhir dari raja dan ratu hari ini. Yaitu anak tingkat akhir.
Lagu perpisahan terdengar mendayu. Dinyanyikan paduan suara kebanggan sekolah ini. Di sela-sela lagu, siswi perwakilan tingkat akhir membacakan sebuah puisi tentang makna sebuah perpisahan.
"Waktu akan terus bergulir.
Tak peduli kita menangis karena perpisahan.
Tapi waktu memberi kenangan dan harapan.
Kenangan saat kita berjuang disini, mengerjakan soal ujian dengan dada gemetar.
Dan harapan bertemu setelah berjuang dengan jalan masing-masing.
Kawan,
Perjuangan kita masih panjang,
Masih harus menapak jalan kerikil dengan sandal di kaki.