Hidup Ana terasa damai selama di sekolah, semenjak Dessy Cs tidak lagi sekelas dengannya. Tapi, bukan berarti Dessy Cs berhenti membuat onar di sekolah. Hanya saja mereka lebih rapi melancarkan aksi perundungannya. Tak boleh sampai ketahuan pihak sekolah. Dan mereka juga tak ingin berurusan dengan Ana.
Hari-hari menyenangkan itu tentu saja tidak sepenuhnya menyenangkan. Ada hal lain yang sekarang masih berusaha dihindari Ana.
Kelana.
Ana masih berusaha menghindarinya. Tapi terasa sulit. Ada saja cela untuk Kelana menemukan Ana.
Kelana bukan tak peka. Ia hanya ingin menghabiskan sisa waktunya di SMA bersama Ana. Mengukir kenangan bersama perempuan yang ia sukai.
***
Pemilihan ketua OSIS baru akan segera digelar. Kandidat-kandidat mulai bermunculan. Ana juga ditawari Kinanti untuk ikut pemilihan tapi ia menolak. Tak tertarik berorganisasi. Baginya ia hanya perlu fokus belajar disini. Meraih gelar juara umum sampai lulus. Meraih beasiswa penuh bahkan sampai ke Universitas.
Kinanti yang maju mendampingi teman sekelasnya. Seorang siswa yang terlihat penuh ambisi.
Hingga hari penentuan itu tiba. Seluruh siswa berkumpul di lapangan. Ana sibuk mencari tempat kosong agar bisa melihat Kinanti di deretan kandidat OSIS dan wakilnya.
Ana berusaha mencari cela agar bisa lebih maju. Tapi percuma. Para penggemar Kinanti sepertinya juga tak mau kalah melihatnya di depan. Akhirnya, Ana pasrah. Ia memilih memutari kerumunan, sambil matanya terus mencari cela.
Tanpa disadari, Ana menabrak seseorang.
"Maaf ..." seru Ana sedikit mendongak.
Yang ditabrak punya postur tubuh yang tinggi. Membuat Ana sedikit mendongakkan wajahnya.
Mata Ana dan yang ditabrak bertaut. Sama-sama terkesiap.
"Kamu? Eh, Kakak mantan OSIS ?"
"Masih ingat saya?"
Ana mengangguk sedikit canggung. Bagaimana pun, pertemuan Ana dengan mantan ketua OSIS berkesan kurang baik.
"Baguslah. Setahun kedepan saya akan disini. Mungkin kita akan sering bertemu. Jadi jangan kaget saat bertemu saya lagi," ucapnya dengan nada bicara yang datar. Senada dengan raut wajahnya.
Ana mendengus pelan.
Siapa juga peduli kalau ketemu dia lagi, batin Ana.
Demi sopan santun Ana memberi senyum, kemudian pamit. Kembali mencari cela untuk melihat Kinanti di depan.
Ana pasrah. Memilih duduk di bangku dekat lapangan. Melihat kerumunan siswa yang antusias menunggu hasil pemenang ketua dan wakil OSIS ya