Zara dan Wiyan berjalan bersisian saat jam istirahat selesai. Tak ada Ana di antara mereka hari ini.
“Kak Zara, apa kita ke rumah Kak Ana aja?” tanya Wiyan yang terlihat sedikit khawatir.
Zara terlihat bingung.
“Apa Ana ga akan marah kalau kita tiba-tiba ke rumahnya?”
“Kenapa marah? Kita, kan, mau tahu kondisi ibunya.”
Setelah sejenak berfikir, Zara setuju.
Dari jauh Zara dan Wiyan melihat Dessy Cs yang sedang berkumpul di koridor sekolah. Sedang mereview film yang baru saja mereka tonton kemarin malam.
Ragu-ragu Wiyan melangkah. Zara menyadari itu. Segera menggandeng tangan Wiyan, mengajaknya melewati Dessy Cs.
“Inget kata Ana, jangan nunduk. Biasa aja,” ucap Zara meyakinkan.
Padahal dalam hatinya masih ada rasa takut jika bertemu Dessy Cs tanpa Ana.
Berusaha meniru wajah ketus Ana, Zara dan Wiyan berjalan mengangkat kepala mereka.
“Heh, Emak kalian kemana, ga sekolah?” tanya Melly ketus.
Zara menoleh masih mempertahankan raut wajah mirip Ana.
“Ga tau,” jawabnya berusaha tegas.
“Dih,” gumam Melly yang sepertinya kesal melihat wajah Zara yang tak cocok meniru Ana.
Zara dan Wiyan segera berlalu. Tak boleh sampai memancing pertikaian. Jika itu Ana, mungkin saja masih bisa melawan. Tapi mereka, hanya berani sampai sini.
Sampai di titik ini pun sudah kemajuan buat mereka.
Seusai jam sekolah berakhir, seperti sudah disepakati Zara dan Wiyan hari ini mereka akan menjenguk Bu Syarifah yang sedang sakit. Sudah dua hari Ana tak masuk sekolah. Dengan di antar Hesti yang juga ikut menjenguk, mereka sampai di rumah Ana.
“Jadi merepotkan kalian,” kata Bu Syarifah yang terbaring lemah di kasurnya.
“Ga, kok, Bu. Sekalian pulang, kami mampir ke sini,” jawab Hesti mewakili. “Apa Ibu perlu dibawa ke klinik?” lanjutnya.
“Ga perlu. Minum obat warung juga nanti sembuh.”
“Ibu itu susah sekali kalau di suruh berobat, Kak,” kata Ana yang datang setelah menyiapkan minum di ruang tengah.