Restu Kelana

Lail Arrubiya
Chapter #50

Gagal

Siapa kira Ana akan punya kisah remaja yang berwarna. Ia pernah jatuh cinta meski kandas sebelum ia utarakan, ia sedikit terlambat menyadarinya. Pertengkaranya dengan Kinanti, pertemuannya dengan Zara dan Wiyan yang kini menjadi sahabat baiknya. Serta kehadiran Restu yang mulai terasa dekat.

Meski dalam cerita itu tetap ada riak yang menggoyahkan hati. Membuatnya menangis ditinggal orang-orang terkasih. Ibunya meninggal dan kakaknya harus mendekam di penjara demi memenuhi kebutuhan hidup adik tersayangnya.

Kini, Ana ada di saat perpisahan sekolah. Tahun terakhirnya memberi banyak cerita. Bukan hanya soal persahabatan mereka berempat. Tapi juga tentang Ana yang dulu terkenal sebagai siswi yang cari perhatian, kini ada selentingan cerita baru tenang Ana di antara obrolan para siswa. Ana adalah si pembela kebenaran, yang berani melawan Dessy Cs yang hobinya merundung siswa lemah. Tapi Ana tak peduli soal itu. Soal geng pembela kebenaran yang Wiyan sebutkan sudah cukup membuat Ana geli mendengarnya.

Acara perpisahan sekolah sedang berlangsung hari ini. Ana, Zara dan Wiyan duduk bersisian. Kinanti sedang bersiap untuk penyerahan secara simbolis kepengurusan Osis bersama Denis.

“Kak Ana cari siapa?” tanya Wiyan saat menyadari mata Ana sedang mengitari beberapa titik di sekolah.

“Bukan nyari Kak Restu, kan?” lanjut Zara menggoda.

“Bukan. Aku justru nyari Kak Hesti. Dia datang, kan?”

“Datang, dong. Mungkin sebentar lagi,” jawab Zara.

Ana jujur soal mencari Hesti, tapi sesungguhnya ia juga mencari Restu yang sudah dua hari tak menampakkan diri di sekolah ataupun di kedai. Bedanya, kali ini ia bisa menanyakan langsung pada Wiyan.

Rentetan acara diikuti Ana dan yang lainnya dengan suka cita. Bahkan beberapa siswa lain mulai bicara pada Ana. Berkat acara cerdas cermat dulu, teman Ana bertambah di sekolah.

Hesti datang tepat saat acara inti di mulai. Perwakilan tingkat akhir membawakan sebuah lagu perpisahan bernada sendu. Membuat mereka yang sesaat lagi akan berpisah membendung air mata di ujung matanya.

Sebuah puisi terdengar merdu dibacakan seorang siswa. Masih dengan alunan musik yang sendu.

"Waktu akan terus bergulir.

Tak peduli kita menangis karena perpisahan.

Tapi waktu memberi kenangan dan harapan.

Kenangan saat kita berjuang disini, mengerjakan soal ujian dengan dada gemetar.

Dan harapan bertemu setelah berjuang dengan jalan masing-masing.

Kawan,

Perjuangan kita masih panjang,

Masih harus menapak jalan kerikil dengan sandal di kaki.

Menggapai ilmu di tangga yang semakin tinggi.

Atau mencoba ilmu yang sudah di dapat dari sini.

Tak apa. Yang mana saja.

Asalkan jangan berhenti berjuang.

Karena kita anak bangsa yang tumbuh pantang menyerah.

Lihat selengkapnya