Restu Kelana

Lail Arrubiya
Chapter #61

Ana Pingsan

Cuaca hari ini cerah, tapi tubuh Ana merasa udara sekitar cukup dingin. Meski ia sendiri yakin matahari di luar bersinar terang. Wajah Ana terlihat lesu. Bukan hanya Restu yang menyadari, tapi semua yang ada di kantor.

“An, kamu yakin masih sanggup ngajar?” tanya guru yang ada di kantor, khawatir melihat kondisi Ana.

“Bisa Bu, Insyaa Allah.”

“Kayaknya kamu habis bergadang, ya?”

Ana mengangguk.

“Aku lupa ada pesanan buket. Jadi semalam aku bergadang.”

“Kalau sekiranya udah ga kuat, izin aja.”

Meski sudah diingatkan, Ana tetap bersikeras melanjutkan tugasnya di kelas. Ia pikir, di kelas ia bisa mengistirahatkan tubuhnya dengan memberi tugas saja pada anak-anak. Tapi apa yang ia lihat. Raka tengah berkelahi dengan Indra. Murid yang lain hanya sibuk menonton, sementara beberapa murid perempuan berteriak ketakutan.

“Hei !!! Ada apa ini?!” teriak Ana.

Tapi kedua murid itu tak menggubris. Tak banyak bicara Ana melangkah menuju keduanya dan berusaha memisahkan. Raka yang berniat meninju Indra justru salah sasaran meninju pundak Ana.

“Aww …” Ana berteriak.

Sontak teriakan Ana membuat keduanya berhenti.

“Kalian ini kenapa? Bisa-bisanya berkelahi di kelas. Bahkan di jam pergantian jam pelajaran?!” tegas Ana dengan wajah gusar.

“Raka yang mulai! Dia ngeledekin Ibu saya!” tegas Indra.

Ana menatap Raka dengan sorot mata tajam.

“Cuma bilang kalau ibunya kerja malam, apa ga khawatir kerja yang aneh-aneh?”

“Maksud kamu apa?” tanya Ana sinis.

“Ya apa lagi, Kak, kalau bukan wanita malam.”

Seketika Ana menampar wajah Raka.

“Kamu ini anak orang kaya, tapi kamu ga bisa jaga mulut kamu biar lebih sopan bicara. Apa hak kamu menilai pekerjaan orang tua Indra?”

Suara Ana terdengar dingin. Tak ada suara sedikit pun saat ini.

“Ikut saya ke ruang BP!”

Ana menarik paksa tangan Raka. Anak itu sempat menolak, namun Ana mengeluarkan tenaga lebih besar untuk menyeret anak itu.

“Ikut saya, atau saya telepon orang tua kamu supaya dia tahu kelakuan kamu saat kelas saya. Saya punya bukti saat kamu tidur atau bahkan saat kamu berteriak tak mau mengerjakan tugas dari saya.”

Sorot mata Ana semakin tajam, mengancam.

Anak itu pasrah ikut Ana ke ruang BP. Di jalan ia berpapasan dengan Restu, namun Ana mengabaikannya.

Sesungguhnya dada Ana amat bergemuruh oleh amarah, meski tubuhnya sedang tidak sehat. Seakan ia bisa merasakan apa yang Indra rasakan. Dulu ia pernah ada di posisi Indra.

Beruntung, kepala sekolah saat ini lebih bijak. Tak tutup mata melihat kelakuan Raka selama ini.

Ana keluar dengan perasaan yang lebih lega sekarang. Namun kepalanya justru semakin berat.

“Kayaknya aku harus buru-buru minum obat,” ucapnya pelan sambil memijit kepala.

Lihat selengkapnya