Ibu Restu terkejut melihat Ana dengan wajah basah penuh jejak air mata. Sementara sang ayah sibuk menyalahkan Wiyan yang malah menunggu di luar.
“Kenapa, Sayang?” tanya Ibu Restu.
“Maaf, Tante. Aku pamit pulang, ya.”
Semua orang yang ada di sana dibuat bingung, termasuk Restu. Ia tak berdaya saat Ana terisak di hadapannya. Ia juga tak menyangkal ucapan Ana soal salah paham. Karena benar, yang ia lakukan selama ini karena ada rasa cinta di hati Restu. Hanya saja, yang ia tahu Ana sudah bersama Kelana sekarang. Ia khawatir Ana terbebani dengan kebaikan yang tak ia harapkan balasannya. Maka Restu memilih diam.
“Eh, pulang sama siapa? Ini udah malem, Ana.”
“Ga apa-apa. Insyaa Allah aman.”
Ana tak banyak bicara, pamit pada Ayah Restu dengan sebuah anggukan kecil. Wiyan ikut keluar mengantar Ana.
“Kak Ana, beneran ga apa-apa pulang sendiri?” tanya Wiyan cemas.
Sekali lagi Ana meyakinkan bahwa dia bisa pulang sendiri.
“Kak Ana kenapa nangis? Kak Restu bilang apa?”
Ana menggeleng. Masih dengan perasaan yang sama. Ia tak mengerti kenapa rasanya sesak melihat Restu dan pengakuannya dalam hati secara bersamaan. Seakan ia tahu, pengakuan ini sia-sia. Sama seperti Kelana yang sudah mendapat jawaban darinya, Ana merasa ia juga sudah mendapat jawaban atas perasaannya.
Pergi dari kehidupan Restu. Ayah Restu terlihat tak menyukai kehadiran Ana di sana. Ia tak mau hal yang terjadi pada Kelana, terjadi juga pada Restu. Jangan ada lagi pertikaian orang tua hanya karena dirinya.
“Aku pulang, ya.”
Wiyan tak berhasil mendapat jawaban untuk rasa penasarannya. Tapi ia juga tak bisa memaksa Ana untuk bicara. Membiarkan Ana berlalu dengan langkah yang berat.
Ana sendiri tak mengerti kenapa ia harus begini. Harusnya ia bisa menahan perasaan itu, membiarkan Restu sembuh terlebih dahulu. Jika sudah begini, ia bahkan tak tahu bagaimana menghadapi Restu.
***
Kabar tentang Restu yang masuk Rumah Sakit sudah diketahui sahabat-sahabat Ana yang lain. Mereka sudah menjenguk Restu keesokan harinya. Sementara Ana, ia belum berani menjenguk Restu lagi. Antara bingung bagaimana harus menatap Restu juga tak enak hati pada Ayah Restu yang terlihat tak senang dengan kehadiran Ana.
Sore itu di kedai, sahabat-sahabatnya berkumpul. Termasuk Wiyan. Dia terlihat kesal menatap Ana yang memilih tak bergabung bersama mereka. Sengaja mencari kesibukan lain di dapur. Padahal tak banyak pelanggan sore ini.