Dari cerita Abim, akhirnya Ana tahu bahwa Ayahnya tidak menikah dengan perempuan yang dulu berselingkuh dengannya. Perempuan jalang itu pergi setelah tahu Ayahnya tak punya apa-apa lagi. yang tersisa hanya rumah yang akhirnya dijual. Dari uang hasil penjualan rumah, Ayahnya mencoba peruntungan di Surabaya. Membuka bisnis bengkel kecil-kecilan. Namun, nahas bengkel yang baru buka beberapa bulan harus habis dilalap si jago merah, tak tersisa.
Maka, ia mencari pekerjaan dan dapatlah ia sebuah bengkel sederhana yang sedang membutuhkan pekerja. Bengkel sederhana yang karyawannya hanya dua orang. Namun, keahlian Ayah Ana di bidang mekanik masih terasah tajam. Ia berhasil bekerja sana dengan baik.
Gajinya memang tak seberapa, namun ia syukuri karena ia masih diberi tempat tinggal berupa bedeng yang menyatu dengan bengkel. Mengurangi biaya tempat tinggal.
Dari sanalah pertemuan Ayah Ana dan Ibu Rose bermula.
Ibu Rose adalah anak dari pemilik bengkel yang depresi karena ia hamil tanpa suami. Orang yang menghamilinya justru pergi entah ke mana. Tak diketahui keberadaannya. Ibu Rose dirudapaksa oleh beberapa preman jalanan yang biasa lewat sambil mabuk. Ibu Rose depresi karena kabar itu menyebar dengan cepat. Mencoreng nama ayahnya. Dan sialnya ia baru menyadari hamil setelah kandungannya berusia tiga bulan.
Ibu Rose memilih untuk mengakhiri hidup. Di rooftop gedung kosong dekat bengkel ayahnya, ia berdiri hendak terjun. Berharap kepedihan hidupnya juga berakhir. Menatap ke arah bawah, ternyata nyalinya ciut juga. Membayangkan akan sangat menyakitkan ketika tubuhnya menghantam aspal jalanan, entah sesakit apa kepalanya saat hancur.
Di bawah, orang-orang mulai berteriak histeris. Sang ayah dan dua karyawannya naik berusaha membujuk. Termasuk Ayah Ana.
“Jangan mendekat, Pak. Aku … cuma bikin malu Bapak,” ucapnya lirih.
“Nggak, Nduk. Bapak ga peduli omongan orang. Kamu tetap anak Bapak, Nduk. Satu-satunya yang Bapak punya.”
Melihat air wajah sang ayah, makin saja ia merasa bersalah. Makin takut saja pria renta itu dihujat orang karena kelakuannya.
Ia menggeleng dengan derai air mata di pipinya. Ia merasakan lagi sakitnya digunjing orang karena keadaan yang tak pernah ia ingini. Apalagi ada yang sampai bilang itu hadiah karena selama ini dia masih melajang. Perawan tua. Melajang lama kemudian dinikmati beberapa orang sekaligus. Jahat memang mulut orang itu.
Maka niat mengakhiri hidup itu muncul lagi. Bahkan rasanya ada yang membisikan mati saja, hidup pun akan jauh menderita.
“Kalau anak ini lahir, Bapak akan semakin digunjing orang.”
Ayahnya tak kuasa menahan derai air mata juga.
“Anak ini haram, Pak. Dia ga punya bapak. Biar dia mati sama aku,” ucapnya sambil bersiap lompat.
“Saya, yang akan jadi bapaknya,” tiba-tiba mulut Ayah Ana melontarkan kalimat yang membuat orang yang ada di sana terkesiap. Termasuk Ibu Rose.
Ayah Ana menatap Ibu Rose dengan tatapan meyakinkan. Ia melangkah sambil mengulurkan tangannya.