Ana benar-benar merasakan gugup yang luar biasa pagi ini. Acara lamarannya akan dilaksanakan sore hari. Beberapa saudara jauh ibunya datang membantu di dapur. Dekorasi sederhana pun sudah terpasang. Mempercantik ruang tengah nanti akan jadi tempat berlangsungnya acara. Rumah yang dulu terlihat sendu karena cerita pedih kini lebih berwarna dan penuh bahagia.
Namun pagi ini dia sudah kedatangan tamu penting yang harus datang. Ayah dan keluarga kecilnya. Ibu Rose ikut serta hari ini. Suaminya memaksa agar ia ikut merasakan kebahagiaannya.
Tanpa rasa canggung Rose langsung memeluk Ana.
“Kakak …” serunya sumringah.
Ana menatap wajah Rose yang mendongak padanya. Perlahan muncul segaris senyum di bibir Ana.
“Kak Abim mana?” tanya Rose tak sabar ingin bertemu.
“Di dalam,” kata Ana pelan.
Rose segera berlari ke dalam mancari Abim. Meninggalkan Ayah dan Ibu Rose yang kini menatapnya. Mata Ana lebih dulu menangkap senyum haru dari Ayahnya.
“An … Selamat, Sayang. Ayah … benar-benar senang mendengarnya.”
Ia tak tahu harus berekspresi bagaimana sekarang. Ini momen bahagia, namun ada rasa haru menyergap seketika. Membuat gugup yang sedari pagi muncul, mendadak hilang. Berganti dengan haru biru.
“Masuk dulu,” kata Ana setelah beberapa saat berpikir harus bilang apa.
Ana masuk lebih dulu. Tak ingin terlalu formal menyuruh kedua orang tuanya masuk duluan.
Abim segera menghampiri Ayah dan Ibu Rose, ia datang bersama Rose yang sudah menggengam tangannya seakan tak mau dilepas.
“Rose,” seru Ibunya melihat tingkah Rose yang langsung lengket pada Abim.
“Rose kangen sama Kakak!” serunya tak suka dilarang.
“Ga apa-apa, Tante.”
“Kok Kak Abim manggilnya Tante? Ibu, Kak …” protes Rose.
Abim hanya tersenyum menanggapi protes Rose.
“Ayah, Kak Abim … ikut aku. Aku punya hadiah buat kalian,” kata Rose menarik tangan keduanya menuju keluar.
Meninggalkan Ana dan Ibu Rose. Tentu saja suasananya sangat canggung.
“Se-selamat, ya, Ana,” kata Ibu Rose berusaha memecah kecanggungan.