Restu Kelana

Lail Arrubiya
Chapter #91

Restu Kelana

Kali ini hari Ana terlihat lebih sibuk. Ia berusaha menyelesaikan tugas kelas yang perlu diselesaikan sebelum cuti. Selama itu pula Ana sibuk mempersiapkan segalanya. Tentu saja Ana idak akan sendirian. Ia punya banyak orang yang menyayanginya. Sahabat-sahabatnya membantu Ana menemukan WO yang cocok. Menemani Ana bertemu WO saat Restu tak bisa mengantar.

Sementara Rose sibuk menelpon Ana menjelang hari pernikahannya. Ia ribut minta gaun yang sama seperti milik Ana. Dengan wajah antusias menceritakan apapun yang ingin ia ceritakan pada Ana.

Hingga hari bahagia itu tiba. Sebuah gedung pernikahan dengan dekorasi putih dan pink yang cantik mengiasi ruangan. Ana sudah siap dengan kebaya putih dan siger berhiaskan bunga kantil yang wanginya tercium jelas.

Rose nyaris minta siger dan kantil yang sama, hanya saja sang ibu berhasil membujuknya. Bilang kalau hari ini Kak Ana harus tampil paling cantik dan istimewa, karena ini hari istimewanya. Suatu hari, ia juga akan mendapatkan apa yang ia inginkan sekarang.

Dengan gaun putih Rose tak ingin jauh dari Ana.

“Kak Ana cantik sekali,” puji Rose.

“Kamu juga cantik sekali hari ini,” balas Ana sambil mengelus rambut Rose yang di kepang kecil dipinggir.

Mendengar persiapan ijab qobul sudah siap, Ana ditemani sahabat-sahabatnya keluar menuju meja penghulu. Tak lupa Rose yang digenggam tangannya oleh Ana.

Ana duduk di samping Restu yang wajahnya lebih tegang dibanding saat lamaran. Diam-diam Ana mencuri pandang ke arah Restu. Tapi Restu benar-benar tegang. Ia fokus pada penghulu dan Ayah Ana. Senyum kecil tergambar di wajah Ana.

“Restu Aksara Yudha, sudah siap, Nak?” tanya penghulu.

Restu hanya mengangguk. Tegang.

“Sudah tau calon pengantin perempuannya siapa?”

Restu kembali mengangguk.

“Kok ga da suaranya ini teh,” ledek Pak Penghulu yang berhasil membuat gelak tawa beberapa orang. “Coba dikasih minum dulu biar ga tegang.”

Hanya seteguk yang Restu minum. Ia menarik nafas.

“Sudah siap sekarang?”

“Siap, Insyaa Alloh.”

“Nah, gitu atuh, ada suaranya.”

Kali ini Ana juga ikut tersenyum. Bagaimana pun juga Ana baru pertama kali melihat Restu setegang ini.

Tangan Restu terasa berkeringat saat menggenggam tangan Ayah Ana. Kalimat ijab qobul sudah dihafal semalam. Harusnya ia bisa lancar melafalkannya.

“Restu Aksara Yudha, saya nikahkan engkau dengan putri saya Ana Rose Binti Bima Gumilar dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai.”

Selepas hentakan tangan, Restu menerima ijab nikah dengan suara lantang dan yakin. Ia mengucapkannya bukan hanya sekedar kalimat di mulut. Tapi dalam hati ia berazam, dan Tuhan serta malaikat yang hadir mendoakan menjadi saksi bahwa ia akan menjalani ibadah bersama istrinya.

Seruan sah bergemuruh bercampur rasa haru dan bahagia.

Selesai menandatangani surat nikah. Ana dan Restu berhadapan. Kali ini Restu bisa menatap Ana. Tatapan yang halal. Yang kapan pun boleh ia jatuhkan tanpa takut dosa. Tapi, anehnya tatapan kali ini terasa sangat berbeda. Ada haru menderanya.

Menatap Ana memberinya banyak gambaran. Restu melihat perjuangan Ana dulu, melihat lagi perasaannya sejak pertama kali bertemu Ana, dan tentu saja tekad kuat untuk membahagiakan perempuan yang kini jadi istrinya.

Perlahan, matanya berawan. Membendung air mata. Lalu senyum Ana seakan mendorong air mata itu untuk jatuh. Membuat Ana yang tersenyum perlahan ikut terenyuh dan ikut meneteskan air mata.

Lihat selengkapnya