Alby memakirkan kendaraan roda empatnya, lantas tersenyum sekilas menatap bangunan yang tampak teduh di hadapannya. Dari tempatnya sekarang ia bisa melihat Eillen tengah tersenyum ramah pada pelanggannya dan hal itu berhasil membuat Alby ikut menarik kedua sudut bibirnya ke atas.
Setelah satu minggu berlalu, Alby kembali ke toko tersebut dengan tujuan berbeda. Kali ini ia datang sebab ingin menuntaskan perasaan rindunya. Membuka pintu dan menyebabkan lonceng di atas pintu berbunyi, Alby segera tersenyum saat retinanya bertemu pandang dengan Eillen. Gadis itu tersenyum lantas menyuruh Alby duduk di salah satu meja yang masih kosong.
“Mau pesan apa?” tanya Eillen
“Teh hijau, brownies matcha, dan berbincang dengan kamu, boleh?” ucap Alby
“Eh?” heran Eillen menampilkan wajah bingungnya yang membuat Alby gemas.
“Bagaimana? Apa ada?” ujar Alby dengan senyum di bibirnya.
“Ada, tunggu sebentar ya” Eillen menjawab lantas bergegas meninggalkan Alby untuk mengambilkan pesanan pria itu.
Eillen menyerahkan pesanan Alby dan hendak beranjak sebelum ucapan Alby menghentikannya.
“Pesanan saya kurang satu, mengobrol dengan Eillen”
Rona merah menjalar pada wajah Eillen, membuat gadis itu berdeham kecil kemudian membalikkan badannya untuk menatap Alby. Gadis itu duduk di hadapan pria tersebut tanpa berani balas memandang mata Alby yang tengah menatapnya. Sampai dua menit berlalu namun belum ada yang membuka suaranya. Alby sibuk memperhatikan detail wajah gadis di hadapannya, sedangkan Eillen mencoba menenangkan degup jantung dan rasa canggungnya.
“Jadi, apa yang mau kita bahas?” tanya Eillen
“Sebelumnya, saya ingin memperkenalkan diri dengan benar terlebih dahulu. Nama saya Alby Kalandra, dan saya ingin mengenal kamu lebih dekat karena saya merasa tertarik dengan kamu. Kalau kamu merasa tidak nyaman dengan sikap saya, dan ingin saya pergi jauh, saya akan lakukan asal beri saya kesempatan terlebih dahulu? Kita bisa saling mengenal sebanyak yang kamu mau, dan sampai kamu siap, saya tidak akan menuntut appaun tentang hubungan kita.” Jelas Alby panjang lebar.
Eillen yang mendengar penjelasan tersebut hanya mengedipkan matanya lucu. Ia mencoba mencerna kalimat yang baru saja memasuki indera pendengarannya. Gadis itu memang terbiasa dengan pengakuan terang-terangan dari para lelaki yang menyukainya, tapi tidak ada yang seberani Alby. Mengungkapkan keinginan untuk mendekatinya dan memberinya waktu. Mendadak jantung Eillen yang sudah tenang kembali berdegup kencang tidak tahu diri hingga dirinya takut kalau Alby bisa mendengarnya.
“Tapi, kenapa?” akhirnya hanya kalimat itu yang mampu keluar dari mulut Eillen.
“Mungkin ini terdengar konyol, tapi saat saya datang ke tempat ini untuk pertamakalinya minggu lalu, dan saya melihat kamu dengan senyum yang begitu cerah disertai mata berbinar teduh, saya jatuh cinta. Memang tidak masuk akal, saya juga mencoba untuk tidak mengingat tentang kamu satu minggu ini, tapi justru rindu yang saya dapati.” Jelas Alby
“Kamu bahkan belum mengenal saya” jawab Eillen lirih
“Karena itu saya ingin mengenal kamu lebih jauh, apa saya di izinkan?” tanya Alby