Eillen melongok ke arah jalanan berharap ada angkutan umum atau bis akan segera lewat, tapi dia tidak menemukan tanda-tanda kendaraan itu akan lewat. Menghela napas panjang, gadis itu kembali duduk di bangku tunggu sembari menatap jalanan. Ia sibuk melamun hingga tidak sadar seorang siswi tengah ikut duduk disampingnya.
“Kenapa belum pulang, Kak?” tanya Ilsa yang berhasil membuat Eillen terkejut.
Gadis itu menoleh lantas tersenyum simpul menatap anak didiknya tersebut.
“Ini, bis-nya belum datang. Kamu kenapa belum pulang?” tanya Eillen
“Aku habis ada ekstrakurikuler, Kak.” Jawab Ilsa
Eillen hanya mengangguk kecil, kemudian segera bangkit begitu melihat bis menuju rumahnya sudah datang.
“Ilsa, mau main ke toko Kakak dulu?” tawar Eillen yang langsung dibalas anggukkan semangat oleh Ilsa.
Keduanya menaikki bis tersebut dan duduk di salasatu bangku yang masih kosong. Tidak ada yang membuka suara hingga mereka sampai di toko milik Eillen. Gadis itu mempersilakan muridnya duduk dan berpamitan untuk mengganti pakaian. Setelah hampir lima belas menit, Eillen sudah kembali dengan mengenakan pakaian yang lebih santai. Ia segera duduk di hadapan Ilsa yang tengah memakan kue miliknya.
“Sebentar lagi toko ini akan tutup, kalau kamu sudah menghabiskan itu, kita pindah ke rumah aku aja ya” ajak Eillen yang dibalas anggukkan oleh Ilsa.
Eillen meninggalkan Ilsa yang tengah sibuk makan untuk membantu sepupunya membereskan barang-barang. Gadis itu segera menutup pintu dan mengganti tanda open menjadi close dan lekas menghampiri Ilsa begitu ia menyelesaikan semuanya.
“Udah selesai? Ayo pindah ke rumah” ajak Eillen dan dianggukki oleh remaja tersebut.
Ilsa memandangi ruang tamu yang tampak kecil namun terasa hangat dan cantik tersebut. Terdapat berbagai foto yang di gantung pada sisi kanan dinding, dan berbagai macam piagam penghargaan serta buku-buku di bawahnya. Kemudian pada sisi kiri terdapat kursi dan meja untuk tamu, lantas dari tempatnya berdiri, Ilsa bisa melihat bahwa beberapa meter di depannya adalah dapur dan tangga kecil menuju lantai dua.
“Ilsa mau ganti pakaian supaya lebih nyaman? Kamu sudah menghubungi keluarga kamu, kan?” tanya Eillen
“Sudah, Kak. Nanti Aa’ yang akan menjemput kemari” jawabnya
“Baguslah, kalau gitu atau ganti pakaian dulu. Sekalian kalau kamu mau mandi supaya lebih nyaman” Eillen mengajak anak didiknya tersebut menuju lantai dua yang hanya berjarak sepuluh anak tangga dari tempatnya berdiri.
Remaja tersebut menunggu Eillen mengambilkan pakaian, kemudian segera menerima piyama dari guru kesayangannya tersebut.
Sementara Ilsa membersihkan diri, Eillen menyiapkan makan malah untuk dirinya mereka. Gadis itu sudah sibuk berkutat di dapur sembari sesekali bersenandung. Ia bahkan tidak sadar bahwa Ilsa sudah selesai dan tengah berdiri di depan pantry sambil melihat Eillen.
“Kak ada yang bisa aku bantu?” tanya Ilsa yang hanya dibalas senyuman oleh gadis itu.
“Kamu duduk aja disitu, ini tinggal menunggu matang saja kok” jawab Eillen.
“Kakak seperti Mama. Pandai memasak, baik, dan orang yang menyenangkan saat di ajak bicara. Mama selalu menyuruhku menunggu sambil menyiapkan piring dan gelas, lalu kami akan berbincang tentang keseharian kamu.” Ilsa mulai bercerita tanpa diminta, sedangkan Eillen mendengarkan dengan seksama sambil sesekali mengaduk sup buatannya.
“Kemudian setelah semua siap, Mama akan meneriakki Aa’ untuk makan bersama, dan membuka obrolan supaya Papa dan Aa’ tidak canggung. Aa’ adalah orang yang ramah, tapi dia tidak begitu cocok dengan Papa. Meskipun begitu, Aa’ selalu menghargai dan menghormati keberadaan Papa, hanya saja dia memang ‘anak Mama’ sekali.” Ilsa melanjutkan ceritanya sembari tersenyum.
“Tapi semenjak Aa’ sudah punya penghasilan sendiri, dia jadi membeli rumah sendiri dan jauh dari aku serta Papa. Dia sukses berkat usaha kerasnya, dan aku sangat bangga” tutur Ilsa
“Kalau boleh tahu, Kakak kamu bekerja apa?” tanya eillen
“Dia seorang dokter, Kak” jawab Ilsa