Eillen tengah menunggu adiknya menjemput sembari memakan roti di tangannya. Tadi pagi ia tidak sempat sarapan sebab bangun kesiangan dan terburu-buru datang ke sekolah. Tangan kirinya sibuk membaca berita dengan mulut terus mengunyah roti di tangan kanannya hingga seseorang mengintrupsi kegiatannya.
“Mis, tidak mengajar?”
Eillen mendongak kemudian tersenyum saat melihat Arsha berdiri di hadapannya.
“Iya, saya ada acara jadi kelasnya di alihkan dengan guru lain.” Jawab Eillen
Arsha mengangguk kecil dan belum berniat beranjak dari tempatnya. Ia masih ingin berbincang dengan guru favoritnya tersebut namun bingung harus membuka percakapan seperti apa sebab dirinya sendiri bukan seseorang yang pandai membangun topik.
“Kamu tidak ada kelas?” Eillen bertanya saat tidak mendapati suara dari siswanya tersebut.
“Tidak ada, Mis.” Jawab Arsha lantas keduanya kembali diam hingga Eillen berdiri dari duduknya sembari memasukkan barang-barangnya.
Gadis itu berpamitan kepada Arsha sebab adiknya sudah menunggu di depan untuk menjemputnya. Arsha hanya mengangguk kecil kemudian melihat punggung gurunya menghilang setelah gerbang utama.
Arsha menghela napas panjang, ia ingin dengan terang-terangan menyatakan suka kepada gurunya tersebut tapi ia takut kalau pengakuannya justru akan menimbulkan masalah untuk keduanya. Arsha sadar sepenuhnya bahwa menjadi pelajar, perasaan cintanya sekarang menjadi hal yang sangat riskan sebab berbeda dari kisah cinta pada umumnya. Jika teman-temannya puas dengan pamer kekasih di lapangan basket, atau berkencan dengan siswa dari jurusan berbeda dan menjadi pasangan paling terkenal di sekolah, Arsha justru puas dengan menyimpan perasaannya sendiri untuk guru mungilnya tersebut.
Remaja itu jatuh cinta pada Eillen saat pertama guru tersebut memasuki kelasnya. Memperkenalkan diri dan tidak melunturkan senyum selama jam pelajaran berlangsung yang menampilkan lesung di kedua sudut bibirnya. Arsha jatuh cinta pada tatapan Eillen yang penuh binar dan menampilkan keteduhan serta bagaimana bibir gadis itu bercerita atau menjelaskan.
Awalnya, Arsha pikir perasaannya tersebut hanya bentuk kekaguman terhadap sosok perempuan yang begitu dewasa seperti gadis idamannya, tapi selang satu tahun ajaran, ia justru semakin merasa gelisah, dan canggung jika harus menghadapi Eillen. Maka sejak itu Arsha mengerti bahwa ia bukan lagi hanya mengagumi gadis itu namun juga mencintainya.
Remaja tersebut berjalan sembari memasukkan kedua tangan pada saku celana seragam miliknya. Ia duduk di salahsatu bangku yang ada di kantin setelah memesan makanan. Belum sempat menyuap makanannya, tepukan di bahu membuatnya terkejut. Menahan kesal, Arsha menoleh dan mendapati Ilsa tengah tersenyum padanya. Gadis itu kemudian duduk di hadapan Arsha dan dengan seenaknya meminum es teh dari gelas Arsha.
“Kebiasaan” gumam Arsha yang hanya dibalas gumaman oleh Ilsa.
“Sha, masih suka sama Kak Eillen gak?” tanya Ilsa yang berhasil membuat pria itu tersedak nasi goreng pedas miliknya.