****
7 tahun kemudian.
Orang-orang bisa datang dan pergi sesuai keinginan masing-masing. Aku tidak bisa menahannya agar mereka tetap bersamaku. Setelah menyelesaikan masa sekolah, aku menemukan jalur baru dalam hidupku. Mimpiku menjadi dokter tidak tercapai, namun aku bersyukur karena bisa sukses dalam bidang lain, yaitu menjadi pengusaha kecil dan penulis novel terkenal. Tentu tidak mudah melepaskan apa yang aku impikan itu. Tapi aku sadar, jika aku tidak bisa memaksakan takdir seperti apa yang aku mau.
Tidak ada daftar dalam hidupku untuk menjadi kedua hal itu. Setelah membuang waktu karena berpikir lama, akhirnya aku memutuskan untuk mengambil kuliah jurusan manajemen bisnis sebagai bekal masa depanku. Aku baru menyelesaikan S-1 itu setelah melewati masa gap year selama tiga tahun karena kendala biaya hidup. Aku mendapat gelar cum laude, itu menyenangkan sekali.
Sekarang, semua orang yang dulu dekat denganku kini menjadi asing. Seperti halnya Viana, kami dulu sangat dekat. Kemana pun kami pergi, kami selalu bersama. Kini kabarnya menghilang seperti ditelan bumi. Kami tidak saling bertukar kabar apa pun. Kami menjadi asing. Tapi dua tahun lalu, kami sempat mengirim kabar, katanya dia sudah menikah. Itu saja tidak lebih. Setelah itu kami benar-benar tidak saling mengabari satu sama lain.
Hubungan pertemananku dengan Nala sudah berakhir beberapa tahun lalu, tepat pada insiden hamil di luar nikah itu terjadi. Tapi setelah setahun semenjak kejadian itu, satu kali aku bertemu dengannya untuk terakhir kalinya. Aku sengaja memberikannya kado untuk anak perempuannya. Tanpa aku sadari, kado yang aku berikan pada anak itu merupakan sebuah peringatan bahwa pertemanan kami tidak bisa dilanjutkan lagi.
Aku mendengar kabar dari Diayu, jika Nala setelah menikah, tepat pada insiden itu, rumah tangganya tidak bertahan lama. Dia mengalami KDRT dan hidupnya berantakan. Anaknya juga tidak terurus. Suaminya yang dulu jadi pacarnya itu tidak bertanggung jawab. Mereka pisah rumah, tidak cerai.
Diayu—sampai saat ini kami masih berhubungan baik sebagai teman. Sesekali kami bertemu untuk mengunjungi satu sama lain. Dia bekerja di salah satu restoran ternama di kota besar.
Setelah memendam perasaan selama bertahun-tahun itu, perasaan terhadap Dwandra akhirnya memudar setelah Dwandra menikah.
Selama dua tahun setelah lulus sekolah, kami benar-benar asing. Tidak ada saling memberi kabar. Lalu aku mendapat kontak WhatsApp barunya, aku mencoba mengirim pesan lebih dulu. Awalnya Rita berlaku cuek dan tidak pernah membalas pesanku. Setelah berbulan-bulan, akhirnya dia mulai luluh dan dekat kembali denganku. Kami benar-benar menjadi sahabat yang baik. Dwandra sekarang memiliki anak perempuan, namanya Rayana. Aku belum pernah sekalipun bertemu dengan anaknya itu, sekalipun hubungan aku dengan Rita sangat baik. Aku juga sering mengunjunginya setiap setahun sekali pada hari raya Idul Fitri. Kami seperti kakak-adik yang terpisah lama.
Awal aku berteman dengan Rita, ibunya memberikan peringatan agar aku tidak mencoba menyukai Dwandra. Sekalipun aku menyukainya, aku hanya bisa memendam perasaan itu tanpa ada yang mengetahui selain diriku dan Tuhanku. Tapi seiring berjalannya waktu, ibunya Rita menginginkan aku berjodoh dengan putranya itu. Namun, itu semua sudah terlambat, karena Dwandra telah memilih jodohnya sendiri. Kami memang tidak ditakdirkan. Plot twist-nya, beberapa waktu sebelum Dwandra menikah, dia mencoba mendekatiku, tapi hanya untuk main-main saja. Beruntungnya aku tidak terjebak sama sekali dengan mulut manis si playboy itu.
Nasib para pelaku bullying tidak begitu baik. Sila dan keluarganya bangkrut, Anas mengalami kehancuran keluarga orang tuanya karena kebangkrutan usahanya, Xima hidup berpindah-pindah bersama saudaranya yang tidak jelas arah tujuannya, Azakiya bekerja menafkahi orang tuanya tanpa melanjutkan kuliah, sementara Aliza mengalami pernikahan singkat dan penuh kekerasan, orang tuanya juga jatuh bangkrut, semua usahanya habis hanya tersisa sedikit saja, Songo Somplak yang dulunya begitu berkuasa di sekolah kini berhadapan dengan kehidupan yang jauh dari gemilang. Ika sudah menikah, tapi hidupnya tidak begitu baik.
Di sisi lain, aku tumbuh menjadi sosok yang lebih kuat dan tegar, meninggalkan masa lalu kelam sekalipun harus mengalami trauma pasca-perundungan. Status sosialku menjadi sangat baik. Kabar baiknya, aku telah bertunangan dengan seorang dokter yang juga bernama Adzka setelah benar-benar move on dari Dwandra. Cinta dalam diamku tidak terbalaskan, tapi aku menemukan sosok yang jauh lebih baik dari Dwandra. Azfa telah bertunangan dengan sahabatnya bernama Adzka, seorang dokter residen anak.
Oh, lihatlah... baru saja aku bicarakan, orang itu sudah muncul di layar handphoneku. Aku segera menggeser panel hijau, lalu panggilan tersambung.
"Assalamualaikum, Mas," ucapku dengan senyuman saat panggilan baru berlangsung, walaupun dia tidak bisa melihatnya melalui layar.
"Walaikum salam, Fa," balasnya dengan nada ceria. "Kamu lagi sibuk, tidak?"
"Hari ini aku lagi free. Paling nanti agak sorean mau ke rumah Rita. Aku belum kasih tahu tentang pertunangan kita," kataku terkekeh. Dia ikut tertawa.
"Kamu tidak sedang membuat masalah, kan?"
"Tidak. Tidak salah lagi," kami saling tertawa.
"Baiklah, tapi jangan terlalu berlebihan," katanya. "Fa, aku baru saja mengirimkan hadiah untukmu. Semoga kamu suka."
"Terima kasih banyak. Ini hadiahnya sudah datang. Kenapa merepotkan sekali? Aku jadi tidak enak."
"Tidak ada yang merepotkan, kamu bukan hanya sahabat atau orang lain. Fa, sebenarnya aku ingin membahas beberapa hal tentang pernikahan kita," katanya.
"Tentu saja," Adzka menjawab. "Ada yang ingin kamu tambahkan atau ubah dalam rencana kita?"
"Ya, aku hanya ingin memastikan bahwa semua detail kecil sudah dipertimbangkan. Misalnya, tema dekorasi dan daftar tamu," kataku sambil membuka dokumen yang sudah aku persiapkan. "Dan aku juga ingin memastikan kalau ada waktu khusus untuk berterima kasih kepada semua orang yang telah mendukung kita."
"Baik, aku akan memeriksa kembali semua rincian tersebut," kata Adzka. "Aku juga sudah menyiapkan kejutan kecil untukmu di hari pernikahan nanti. Semoga kamu akan menyukainya."
"Masya Allah, aku jadi penasaran sekali. Sepertinya aku harus menunggu dengan sabar," balasku sambil tertawa lembut. "Ngomong-ngomong, aku juga ingin meminta maaf karena sempat mengganggu waktu sibukmu."