Retak Berhamburan

blank_paper
Chapter #6

Bab 6 - Petunjuk Dari Tuhan (PoV Jingga)

Sejak kami sepakat untuk memperbaiki hubungan kami satu bulan ini, jujur saja, pikiran tentang Dewa yang memiliki wanita lain selalu menggangguku. Entah mengapa, perasaan itu begitu kuat mengendalikan ku.

Diam-diam aku memperhatikan semua gerak-gerik Dewa. Aku berusaha untuk tidak membuatnya curiga. Entah mengapa, aku memiliki keyakinan kalau suatu saat, Tuhan akan menunjukkannya kepadaku kalau memang ada wanita lain yang menyebabkan perubahan sikap Dewa kepadaku.

Tidak perlu menunggu lama, dua minggu setelah tahun baru, Tuhan memberikan petunjuk kepadaku. Kita memang tidak pernah bisa menebak bagaimana cara Tuhan untuk menunjukkan kuasa-Nya.

Sore itu, Dewa meminta izin kepadaku untuk bertemu dengan temannya karena ingin membeli sepatu dengan sistem COD. Aku tidak menaruh curiga sama sekali. Tentu saja aku mengizinkannya pergi. Hanya saja, ada sedikit perasaan yang mengusikku.

Selama ini, Dewa selalu meminta aku temani atau minimal, ia akan meminta pendapatku sebelum ia membeli sesuatu. Apalagi sesuatu yang akan ia pakai, tetapi kali ini, ia membelinya sendiri. Aku berusaha untuk tidak terlalu mempermasalahkannya.

Seperti biasa, ia selalu mengecup pipiku sebelum pergi dan mengirimkan pesan ketika ia sudah sampai. Aku membalas pesannya seperti biasa. Dewa bahkan sempat bertanya apakah aku ingin dibelikan sesuatu olehnya.

Dewa pulang sekitar pukul sembilan malam dengan membawa sebuah tas belanja berisi sepasang sepatu dengan merek yang cukup terkenal, berwarna hijau. Cukup aneh. Dewa tampak sangat senang dengan sepatu itu, seakan itu adalah sepatu yang sudah ia inginkan setelah sekian lama.

“Bagus, tidak?’ tanya Dewa sambil memperlihatkan sepatu yang ia bawa kepadaku.

Dengan raut bahagia, Dewa langsung memakai sepatu itu di hadapanku.

“Bagus. Kamu memilih sendiri sepatunya?’ tanyaku sambil terus memperhatikan gerak-geriknya yang tampak hanya terpusat pada sepatu yang sedang ia kenakan. Aku berusaha tersenyum dengan semua prasangka yang muncul di kepalaku.

Dewa tidak menjawab pertanyaanku. Ia kemudian melepaskan sepatu itu dan memasukkannya kembali ke dalam kotak sepatu.

“Besok aku ada janji untuk bersepeda dengan anak-anak.” (*maksudnya dengan kelompok sepedanya)

Aku memang tidak pernah ikut Dewa bersepeda. Ia pernah mengajakku, tetapi aku tidak mungkin melalaikan tanggung jawabku kepada anak-anakku dan meninggalkan mereka dari subuh sampai pagi hari, sedangkan mereka harus bersekolah.

Akhirnya, Dewa tidak pernah lagi mengajakku. Dan aku pun memberikan kebebasan kepada Dewa untuk tetap bersepeda bersama dengan teman-temannya.

Dewa pun berjalan ke arah belakang rumahku tempat semua sepeda dan semua perlengkapannya di simpan. Ia mulai membersihkan dan memeriksa sepeda yang akan ia gunakan besok.

Lihat selengkapnya