Jujur saja, hari ini aku merasa sangat bahagia. Aku bisa bertemu kembali dengan Lidya. Sejak aku berjanji untuk mencoba memperbaiki hubunganku dengan Jingga, aku memang lebih hati-hati bila aku ingin bertemu dengan Lidya. Seperti sore ini.
Aku meminta izin pada Jingga untuk bertemu dengan temanku untuk membeli sebuah sepatu. Aku tidak sepenuhnya berbohong. Hanya saja, sosok yang aku sebut sebagai teman adalah Lidya, kekasihku.
Aku bahkan tidak merasa bersalah karena telah membohongi Jingga. Aku terlalu bahagia untuk memikirkan perasaan Jingga yang pasti akan kecewa kalau tahu tentang keberadaan Lidya yang perlahan sudah mengisi hatiku.
Katakan lah aku sebagai lelaki brengsek yang tidak dapat memegang perkataanku sendiri. Aku setuju untuk memperbaiki hubunganku dengan Jingga, tetapi aku tetap tidak bisa begitu saja melepaskan Lidya.
Aku bersikap baik pada Jingga. Aku juga lebih memperhatikannya dan memperlakukan dia seperti dulu sebelum Lidya hadir di dalam hidupku, tetapi hanya sebatas itu. Hatiku, aku tidak lagi merasakan apa-apa pada Jingga. Yang ada saat ini hanyalah Lidya yang mengisi hatiku.
Pertemuanku dengan Lidya kali ini adalah karena ia ingin membelikan hadiah ulang tahun untukku. Ia telah memilihkan sepasang sepatu berwarna hijau. Tidak terlalu sesuai dengan seleraku, karena jujur saja, model dan warnanya cukup pasaran.
Aku telah melihat banyak yang memakainya, tetapi tentu saja aku tidak ingin mengecewakan Lidya. Aku akan menjaga perasaannya walaupun aku harus menahan diri.
Kami bertemu dan dia membelikan sepatu itu. Aku tentu saja bahagia. Setelah itu, kami tidak memiliki banyak waktu dan memutuskan untuk kembali pulang.
Sebenarnya, Lidya ingin agar kami bersenang-senang dulu. Jika kalian tidak mengerti, bersenang-senang bagi kami adalah kami melakukan hubungan intim di dalam mobil sambil berkeliling di satu jalan yang lumayan sepi dan kami sudah sering melakukannya.
Biasanya, Lidya akan menggodaku dan naik ke atas tubuhku, sementara aku tetap berusaha untuk mengendarai mobil secara perlahan, tetapi mala mini kami tidak jadi melakukannya.
Lidya merasa kalau bagian intimnya terasa tidak nyaman dan nyeri. Karena itulah kami akhirnya hanya berpegangan tangan dan dia dengan manja bersandar di pundakku selagi aku mengendarai mobil untuk kembali pulang.
Rasa bahagiaku sepertinya terus terpancar sampai aku tiba di rumah. Aku bisa melihat Jingga menyambut kedatanganku dengan tatapan sedikit curiga. Seperti bertanya-tanya ada apa denganku.
Untuk mengalihkan perhatiannya, aku menunjukkan sepatu yang aku dapatkan dari Lidya, Jingga tentu saja tidak tahu kalau sepatu ini adalah hadiah ulang tahun dari Lidya untukku. Aku berkata kalau aku membelinya.
Aku memakainya di hadapan Jingga dengan bangga. Entah mengapa, aku merasa seperti seorang anak kecil yang sedang menunjukkan sesuatu yang aku inginkan sejak lama dan akhirnya aku mendapatkannya.
Tanggapan Jingga terlihat biasa saja. Ia juga tidak terlalu banyak bertanya, tetapi aku tahu ia merasa aneh karena untuk pertama kalinya aku membeli sesuatu tanpa meminta pendapat atau mengajaknya. Aku memang sedang menjalani hal baru yang membuat aku merasa lebih hidup.
Setelah aku menunjukkan sepatu itu, aku pun pergi ke bagian belakang rumahku di mana aku meletakkan semua sepeda dan perlengkapannya. Aku menyiapkan sepedaku karena besok pagi aku ada janji untuk bertemu dengan teman-temanku.