Percakapan kami tertunda sesaat karena Lidya ingin mandi dan memakai perawatan wajahnya di malam hari.
Bagi Lidya, penampilan fisiknya lah yang terutama. Ia selalu memakai make up tebal karena ia tidak percaya diri dengan penampilan polosnya.
Ia juga sering mengeluh tentang beberapa bagian tubuhnya yang tidak ia sukai. Ia berusaha untuk mencari cara untuk memperbaikinya, bahkan ia pernah berpikir untuk melakukan sedot lemak di beberapa bagian.
Hal itu tidak aku temukan di diri Jingga. Jingga lebih suka tampil polos tanpa make up karena jujur saja, ia memang cantik dengan penampilannya tanpa make up.
Ia tidak pernah repot jika aku mengajaknya pergi secara tiba-tiba. Ia cukup berganti pakaian dan mengikat rambut panjangnya.
Seingat ku, aku tidak pernah menemukan Jingga panik karena penampilannya atau mengeluh tentang bentuk tubuhnya yang tinggi walau tidak terlalu kurus. Cukup proporsional menurutku.
Sambil menunggu Lidya, aku pun masuk ke dalam kamar karena aku tidak ingin Jingga curiga, karena waktu sudah menunjukkan jam sebelas malam.
Ponselku masih dalam genggamanku, sedangkan Jingga tampak sudah tertidur. Aku mengucapkan selamat malam dan memberikan kecupan seperti biasa. Satu hal yang aku lakukan lagi sejak kesepakatan kami.
Tidak lama setelah itu, layar ponselku menyala. Aku mematikan suara notifikasi agar Jingga tidak terbangun atau curiga.
[By]
[By]
[By]
[By]
[By]
[Sudah bobo, ya?]
Serbuan pesan yang masuk itu membuatku tersenyum. Lidya memang menggemaskan. Ingin rasanya aku memeluknya sekarang. Aku benar-benar merasa seperti anak SMA yang baru saja mengenal cinta.
[Iya, Hun]
[Belum]
Aku menatap ke arah Jingga untuk memastikan kalau ia masih tertidur lelap. Aku tidak ingin percakapanku dan Lidya terganggu.
[Sayang, perasaanku hari ini kok tidak enak, ya?]
Memang ada sesuatu yang tidak dapat aku jelaskan. Sebuah perasaan yang aneh.
[Nggak enak kenapa?]
[Nggak tahu, Hun. Mungkin karena aku sayang banget sama kamu, tapi aku nggak bisa milikin kamu, ya?]