“Jadi, benar kamu memiliki wanita lain?"
Aku tidak akan bertele-tele untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pilihan Dewa hanya dua, mengaku atau menyangkalnya, tetapi aku tahu kalau Dewa cukup kenal dengan pribadiku. Apa yang aku tanyakan hanyalah sebuah konfirmasi kenyataan. Di balik pertanyaan ku, biasanya aku sudah tahu jawabannya karena aku tidak pernah sembarangan menuduh seseorang kalau aku belum memegang buktinya.
Aku yakin Dewa sudah mengetahui tujuanku masuk ke dalam kamar kerjanya. Tentu saja untuk membahas apa yang tadi terjadi. Aku duduk dengan tenang di sampingnya.
Aku perhatikan ia hanya terdiam sambil menunduk dengan kedua lengan yang berpangku pada lututnya dan gerakan jari yang tampak gelisah. Mungkin saja ia sedang mencari jawaban yang mungkin saja bisa membuatku mengerti. Atau mungkin dia masih terkejut karena tidak menyangka semua kebohongannya akan terbongkar.
Aku melihat ke arah sekeliling ruang kerjanya, di meja kerjanya masih ada fotoku bersama dengan anak-anak. Di dinding kamar itu pun foto keluarga kami masih tergantung, tetapi sepertinya sudah tidak ada lagi artinya. Di hadapan foto itu pun dia ternyata asyik bermesraan dengan wanita lain meskipun hanya lewat video call. Benar kata orang, apa yang tampak di luar baik belum tentu itu adalah kenyataannya.
Aku menunggu beberapa saat, sampai aku akhirnya menyadari kalau Dewa tidak mau mengaku begitu saja, tetapi ia tidak dapat menyangkalnya juga. Ia sedang bersikap hati-hati dan ia juga tahu, kalau aku pasti memiliki sesuatu untuk menepis semua penyangkalannya. Aku tidak pernah bertanya hal penting tanpa ada dasarnya.
Dengan sikapnya itu, justru membuat semuanya terlihat dengan jelas kalau memang ia memiliki wanita lain di luar sana.
Aku hanya membiarkannya terus larut dalam rasa gelisah dan mungkin saja sedang berperang dengan dirinya sendiri untuk mencari cara meyakinkanku agar aku percaya padanya. Atau bisa saja ia memilih untuk berbohong dan mengatakan kalau mereka hanyalah teman biasa. Suatu alasan yang klise.
“Baiklah, kalau kamu tidak mau menjawab pertanyaanku. Namanya Lidya Agustine, kan?”