Sebenarnya, aku sedikit di buat bingung dengan sikap Jingga kepadaku. Aku tidak mengerti mengapa Jingga terlihat begitu tenang. Apakah dia memiliki rencana? Apakah dia ingin balas dendam? Atau jangan-jangan ia ingin mendatangi keluarga Lidya untuk membongkar semuanya.
Segala macam kemungkinan buruk berputar di kepalaku. Aku harus bicara dengan Jingga. Aku harus tahu apa yang akan dia lakukan. Aku takut dia akan nekat menghancurkan segalanya.
Aku memutuskan untuk mencarinya. Ketika aku melewati kamar tidur kami, aku sayup-sayup mendengar kalau Jingga sepertinya sedang berbicara dengan seseorang. Aku terus berdiri di balik pintu sambil mencuri dengar apa yang Jingga bicarakan.
Tubuhku mematung ketika aku tahu dengan siapa Jingga berbicara. Jingga berbicara dengan seorang pengacara kenalannya mengenai masalah kami dan Jingga ingin menggugat cerai dan menginginkan hak asuh atas anak-anak kami.
Rasanya tubuhku langsung keringat dingin mendengar semua itu. Jingga meminta pengacara itu untuk mengurus semuanya. Ia bahkan tidak mempertimbangkan untuk mendiskusikannya denganku.
Aku memutuskan untuk kembali ke kamar kerjaku seusai mendengar semua rencana Jingga untuk meninggalkanku. Ia bahkan tidak peduli dengan harta yang kami miliki bersama. Ia hanya ingin berpisah.
Aku sangat yakin Jingga tidak akan memiliki kesulitan hidup tanpa diriku. Ia sangat mandiri. Uang yang ia miliki pun cukup untuk membiayai hidupnya. Ia juga memiliki usaha yang dibilang sukses dan masih terus berkembang stabil.
Yang pasti, aku lah yang mungkin akan hidup sulit tanpa dirinya. Selama ini aku selalu yakin kalau apa yang aku dapatkan adalah karena Jingga ada di sampingku.
Selain itu, bila aku bersama dengan Lidya, aku sudah bisa membayangkan seperti apa gaya hidup kami. Aku tidak mungkin bisa mengajaknya untuk makan atau belanja di tempat yang biasa atau sederhana.
Gaya hidupnya berbeda jauh dari Jingga walau aku tahu kalau pendapatan Jingga jauh lebih besar dari apa yang Lidya dapatkan setiap bulannya. Tidak mungkin aku mengajak Lidya naik motor atau berpanas-panasan. Semua harus serba nyaman dan apa yang dia pakai tentu saja penuh dengan brand terkenal.
Tapi, apakah kalian tahu? Meskipun aku tahu kenyataan itu, aku terlalu mabuk oleh cinta sehingga aku tidak peduli. Aku tetap tidak ingin berpisah dengan Lidya. Aku merasa kalau dia sudah begitu memiliki dan menguasaiku sehingga aku tidak dapat melihat semua itu sebagai suatu hal yang harus aku waspadai.
Aku hanya duduk termenung di sofa ruang kerjaku. Aku sudah berpikir kalau aku akan kehilangan semuanya. Lidya dan juga keluargaku, sampai layar ponselku tiba-tiba menyala.
Beberapa pesan dari Lidya terlihat di layar. Aku langsung meraih ponselku dan membuka pesan itu. Aku kira Lidya tidak akan pernah menghubungiku lagi dan kami benar-benar berakhir.
[Aman, By! Leo tidak tahu tentang kita.]
[Aku sudah cek ponselnya ketika tadi dia mandi.]
[Jingga belum menghubungi Leo.]
[Lega aku.]
Aku sedikit lega membaca pesan darinya. Ini artinya Lidya tidak akan meninggalkan Aku kan?
[Aku baca di grup, kok besok kamu tidak ikut kumpul?]