Apa yang baru saja Jingga katakan langsung terbukti. Lidya yang begitu bersikeras meminta berpisah denganku, tiba-tiba saja mengirimkan sebuah email dan menanyakan apakah aku merindukannya. Apakah dia ragu dengan keputusannya tadi?
{By, kamu kangen aku, nggak?”}
Sepertinya raut wajahku langsung berubah ketika aku membaca pesan dari Lidya. Refleks aku langsung melihat ke arah Jingga yang sepertinya sudah bisa menebak apa yang terjadi. Aku mendapati Jingga yang menatapku sambil tersenyum yang juga menatap ponsel yanb sedang ada di dalam genggamanku.
Sekali lagi, sikap tenangnya benar-benar bisa membuatku khawatir.
“Dari Lidya? Merasa menyesal karena memintamu meninggalkan dia?” Tebakan telak dari Jingga membuatku merasa malu. “Balas saja kalau kamu ingin membalasnya. Jangan merasa sungkan karena ada aku di sini.”
Tentu saja aku tidak akan membalasnya. Aku tidak mau melakukannya di hadapan Jingga.
Satu getaran lagi terasa dari ponselku. Lidya kembali mengirimkan pesan.
{By, kamu sedang apa? Aku pikir kamu akan membalas pesanku. Apakah kamu sedang bersama Jingga?}
{Pasti ketika kamu pulang, dia meminta jatah kepada kamu, ya?}
{Aku nggak enak badan, By. Aku nangis sambil mendengarkan lagu kita.}
Lagu kita .... Aku dan Lidya memiliki lagu yang kami anggap sebagai lagu yang menggambarkan keadaan kami. Sebuah lagu yang di nyanyikan kembali oleh Felix berjudul Kekasih Bayangan. Aku merasa kami sama-sama seperti kekasih bayangan yang mungkin tidak bisa menjadi kekasih yang sesungguhnya.
Aku memiliki satu daftar khusus lagu yang sering kami dengarkan bersama ke Spotify. Lidya biasanya mendengarkan lagu-lagu itu dari daftar laguku.
{Aku drop. Aku seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga untuk aku.}
Aku tetap bertahan untuk tidak membalas pesan email dari Lidya. Aku melanjutkan makan malam sambil tetap di temani oleh Jingga sampai selesai. Aku tidak bisa pungkiri kalau sebenarnya aku khawatir pada Lidya. Apakah dia sakit karena kami berpisah?
Jingga membereskan piring kotor dan mencucinya. Setelah itu ia berdiri di hadapanku dan tersenyum. “Jangan membuatnya menunggu balasanmu terlalu lama. Aku rasa, dia pasti curiga kamu sedang asyik bersamaku kalau kamu tidak segera membalasnya.”
Lagi-lagi perkataan Jingga benar. Tadi Lidya memang sempat bertanya apakah aku sedang bersama dengan Jingga.
Lalu Jingga pergi begitu saja meninggalkan aku dan masuk ke dalam kamar.