Retak Berhamburan

blank_paper
Chapter #24

Bab 24 - Devan Curiga (PoV Jingga)

Aku sedang menyiapkan anak-anak yang kebetulan libur sekolah untuk pergi menjemput Dewa.

Seperti apa pun keadaanku dengan Dewa, aku tidak ingin menunjukkannya di depan anak-anak. Mungkin nanti ketika proses perpisahanku sudah mencapai tahap akhir, aku akan mencoba untuk memberika mereka pengertian tentang keadaan yang sebenarnya.

Untuk saat ini, semua akan berjalan seperti biasa seperti sebelum ada wanita itu masuk ke dalam keluargaku.

Aku berangkat jam delapan pagi dan membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk sampai di tempat Dewa biasa berolahraga. Aku memasuki komplek ruko yang biasa digunakan untuk parkir para pesepeda dan tebak apa yang aku temukan?

Aku menemukan sosok yang aku kenal sedang berdiri sambil memainkan ponselnya bersandar pada sebuah mobil Ignis berwarna biru di dekat pintu masuk. Perlahan aku melalui sosok itu dan aku yakin dia melihat ke arah mobilku ketika aku lewat. Bisa aku pastikan dia sedang menunggu Dewa karena pakaiannya begitu rapi seperti pakaian kantor.

Mobilku aku parkir tidak jauh dari mobilnya agar aku bisa melihat apa yang akan ia lakukan. Aku sengaja tidak memberitahu Dewa kalau aku sudah sampai karena aku ingin tahu apakah Dewa akan menemuinya atau tidak.

“Ma, itu papa!” Devan menunjuk ke arah seseorang yang sedang menuntun sepeda ke arah masuk parkiran. Mataku terus mengikutinya.

Benar saja! Begitu Dewa berjalan mendekat, ia menoleh karena seseorang memanggil namanya. Dewa tampak sedikit terkejut denga kening yang mengerut. Sepertinya Dewa memang tidak tahu kalau Lidya akan datang dan menunggunya. Dewa memang mengatakan kalau Lidya tidak akan ikut hari ini, tetapi sepertinya wanita itu sudah tidak tahan untuk bertemu dengan Dewa.

Tanpa menunggu, Lidya langsung menghampiri Dewa dan mengajak Dewa untuk masuk ke dalam mobilnya. Setidaknya itulah yang aku tebak dari bahasa tubuhnya. Aku sengaja tidak turun dan meprovokasi keadaan itu. Bagiku, tidak ada gunanya untuk ribut. Sayangnya, Devan ternyata melihat hal itu.

Devan saat itu keluar di sunroof mobilku dan bermaksud untuk memanggil ayahnya, tetapi wanita itu lebih cepat. Devan turun kembali dengan wajah bingung.

“Ma, papa kok ke sana? Tante itu siapa? Kok papa masuk ke mobilnya bukan ke sini?”

Aku tidak mungkin menjawab yang sebenarnya. Aku bahkan meminta maaf dulu di dalam hati karena aku harus membohongi anakku.

“Itu teman papa. Mungkin ada hal penting yang harus papa bicarakan sebentar. Devan tunggu sebentar, ya? Papa tidak akan lama kok.” Aku membelai kepala Devan yang kembali menoleh ke arah mobil Lidya. Dari tatapannya, aku tahu kalau Devan masih bertanya-tanya dan tidak yakin dengan jawabanku. Mungkin ada insting yang membuatnya tidak nyaman.

Selama hmpir setengah jam aku dan anak-anak menunggu, dan selama itu juga aku mencoba untuk menahan diri. Aku tidak ingin melakukan sesuatu yang akan membuatku menyesal dikemudian hari, apa lagi di depan anak-anakku.

Lihat selengkapnya