Retak Berhamburan

blank_paper
Chapter #33

Bab 33 - Dewa Cemburu (PoV Jingga)


Tidak ada lagi pembahasan tentang kejadian semalam. Dewa tetap pergi dan aku tidak tahu apakah ia menceritakan kejadian semalam kepada Lidya atau tidak. Aku tidak terlalu peduli.

Lidya tahu atau tidak pun, tidak akan mengubah apa-apa.

“Sore ini aku ada janji bertemu dengan Rara.” Aku memberitahu Dewa saat kami makan siang. Kebetulan anak-anakku juga sedang menginap di rumah orang tuaku.

Tatapan Dewa langsung curiga. Dia pasti tahu mengapa aku ingin bertemu dengan Rara. Tentu saja untuk membahas soal perceraian kami.

“Aku hanya ingin mempercepat proses perpisahan kita. Aku tidak mau menahan kamu untuk meraih kebahagiaan.”

“Kamu tahu bukan itu yang aku mau, Jingga.” Tatapan Dewa kini berubah menjadi sendu.

“Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kamu sudah tidak mencintaiku dan tidak lagi bisa hidup denganku? Itu artinya, perceraian adalah keinginanmu, kan?”

Dewa menggelengkan kepalanya. “Tidak sejauh ini. Bukan ini yang aku mau.”

“Lalu mau kamu apa? Mau jalani dua-duanya? Kamu pikir aku ini apa? Batu yang tidak punya perasaan?”

Rasanya aku mulai emosi kalau mendapatkan Dewa yang seegois ini. Paling tidak dia bisa memiliki hati sedikit untuk tidak terus menyakitiku.

“Apa gunanya untukku bertahan terus disakiti melihat kalian bersama? Menunggu kamu kembali? Jangan bercanda, Dewa. Lalu, andaikan kamu kembali, selanjutnya apa? Kita bisa hidup bahagia bersama seperti di dongeng-dongeng?”

Aku tertawa sinis. Aku tidak bisa habis pikir sebenarnya manusia macam apa yang telah aku nikahi. Dewa yang dulu berjuang untuk menungguku selama bertahun-tahun ternyata telah berubah menjadi seseorang yang tega menyakitiku seperti ini.

Dewa adalah orang yang tidak pernah aku sangka akan pernah menyakiti aku.

“Kamu benar-benar tidak punya hati, ya Wa. Aku tidak menyangka kalau kamu bisa sekejam ini pada keluarga kita demi Wanita seperti itu.”

“Aku sudah katakan kalau aku hanya perlu waktu.”

“Dan aku juga pernah bertanya, berapa lama waktu yang kamu perlukan. Kamu bahkan tidak bisa memberikan aku kepastian. Apakah aku harus menunggu sampai aku mati? Apakah kamu tidak berpikir bagaimana anak-anak kalau sampai mereka tahu?”

“Apakah kamu berpikir apa efeknya untuk anak-anak kalau kita berpisah? Mereka butuh keluarga yang lengkap.”

“Anak-anak butuh figur seorang ayah yang baik, bukan hanya sosoknya saja yang terlihat, tetapi tidak memberikan contoh yang baik. Untuk apa memiliki keluarga yang utuh, tetapi di dalamnya rusak. Apa menurutmu tidak ada pengaruhnya kepada mereka?”

Lihat selengkapnya