Dewa mengikuti langkahku dari belakang dan langsung menutup pintu setelah ia masuk.
“Sudah berapa lama?”
Aku berbalik dan menatap bingung ke arah Dewa. Keningku berkerut.
Dewa mendekat dan mencengkeram lengan atasku. “Kamu dan dia. Sudah berapa lama kalian bermain di belakangku?”
Aku mengentakkan tanganku agar terlepas dari cengkeraman Dewa. Darahku langsung mendidih mendengar kata-kata Dewa.
Kalau aku menuruti amarahku, aku pasti sudah menamparnya.
Aku berjalan mendekat. Bahkan tubuh kami sangat dekat. Aku memandang tajam ke arahnya.
“Jaga bicaramu, Dewa. Jangan samakan aku dengan kekasih kecilmu itu.” Tidak pernah aku semarah ini pada Dewa. Suaraku terdengar begitu dingin dan menahan kekecewaan.
Dia sudah bersamaku begitu lama, dan dia sangat tahu apa arti kesetiaan untukku. Sekarang, dia menuduhku hanya karena seseorang dari masa lalu yang bahkan tidak pernah menjalin hubungan apa-apa denganku, hadir.
Kalau dia menganggap wanita akan jatuh ke dalam pelukan laki-laki semudah itu setelah ia bertemu dengan Lidya, aku rasa, Lidya telah memberikannya banyak pikiran buruk tentang seorang wanita.
“Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?” Aku berjalan menjauh dan duduk di salah satu sofa. Kalau aku terus berdekatan dengannya, aku takut aku akan lepas kontrol dan memukulnya.
“Sekarang aku tahu mengapa kamu ingin cepat pergi dariku.” Dewa memandang sinis ke arahku. “Sejak kapan dia kembali?”
“Kenapa tidak kamu tanyakan langsung kepadanya tadi?”
“Jingga. Aku serius. Apakah dia kembali karena tahu masalah kita? Kamu masih berkomunikasi dengannya?”
“Kamu berpikir aku main-main? Aku tidak tahu sejak kapan dia kembali. Dan aku tidak pernah berkomunikasi lagi dengannya sejak dia pergi dan kamu tahu itu.”
Aku memang tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Kak Adam dalam bentuk apa pun, dan Kak Adam pun sangat tahu batasannya untuk tidak pernah menghubungiku lagi sejak aku menikah.
Dulu, hubungan kami baik, sebatas teman yang baik walau aku tahu bagaimana perasaan dia kepadaku. Kak Adam selalu tahu batasan dan bagaimana menghargaiku. Bahkan ketika aku bersama Dewa, Kak Adam tetap tidak berubah, hanya saja memang segala kebaikannya tidak bisa membuatku jatuh cinta kepadanya.
“Kamu tahu kalau aku selalu tidak suka dengannya.”
“Lalu, apakah aku harus ikut tidak suka? Perasaanmu terhadap orang lain bukanlah urusanku.”
“Berhentilah menemuinya. Kalau kamu mau membahas sesuatu dengan Rara, lakukan di rumah ini.”
“Dan aku harus menurutimu karena ....?”