Retak Berhamburan

blank_paper
Chapter #40

Bab 40 - Bertanya Pada Lidya (PoV Dewa)


Keesokan paginya, Lidya menghampiriku dan menunggu di dalam mobil sampai aku selesai bersepeda. Terkadang aku bingung, kalau pagi-pagi sekali dia sudah pergi, siapa yang mengurus persiapan anaknya bersekolah?

Lalu, dengan suaminya? Apakah dia tidak menyiapkan suaminya sebelum berangkat? Seperti pakaiannya, sarapannya dan menunggu sampai suaminya berangkat kerja?

Kalau di rumah, Jingga akan bangun jam lima pagi dan menyiapkan semuanya sampai anak-anak siap. Dari bekal sarapan, makan siang, seragam sampai memeriksa buku-buku mereka kembali.

Jingga selalu menyiapkan semua kebutuhanku sebelum aku berangkat kerja, walaupun sebenarnya dia juga bukan ibu rumah tangga sepenuhnya. Dia juga memiliki usaha sendiri yang cukup sukses yang bahkan penghasilannya jauh melebihi Lidya, tetapi dia tidak pernah melalaikan tugasnya untuk mengurus kami.

Dulu, aku memang berpikir kalau Lidya mengutamakan aku sampai berkorban demi bisa bertemu denganku, tetapi sekarang aku mulai berpikir, dia bahkan bisa mengabaikan anaknya demi pria lain.

Jingga saja berkorban untuk tidak bisa ikut bersepeda denganku karena dia tidak ingin mengabaikan anak-anak dan ingin menyiapkan semua keperluan mereka dengan tangannya sendiri.

Semua keindahan yang aku rasa bersama Lidya mulai terasa semu. Semua itu terasa begitu mendebarkan karena kami hanya melalui saat-saat yang memyenangkan, tetapi setelah mulai memasuki masa sulit, semua itu mulai berubah.

Aku mulai melihat bagaimana Lidya tidak mau mencapai apa yang pernah kami bicarakan bersama karena itu menuntut perpisahan dari suaminya. Belum lagi dia selalu meminta putus setiap ada masalah kecil atau sesuatu tidak sesuai dengan keinginannya.

Aku bahkan bisa menebak, pagi ini, setelah mendengar apa yang aku katakan, dia juga akan meminta putus dariku.

Aku sudah melihat mobil birunya parkir di sebelah mobilku dalam keadaan menyala. Aku memasukkan sepedaku ke dalam mobil lalu aku masuk ke dalam mobilnya setelah melihat di sekitar tidak ada teman-teman yang mengenal aku dan Lidya.

“Akhirnya kamu selesai, By. Aku tadi memperhatikan kami dari sini. Keren banget kamu.”

Lidya mengusap keningku yang berkeringat dengan tissu.

“Cape, ya? Aku belikan kamu minuman dingin tadi.”

Lidya memberikan satu botol teh manis kemasan yang masih terasa dingin. Aku mengambil dan meminumnya.

“Terima kasih, ya?”

Lihat selengkapnya