Dewa tiba di rumah Rara untuk menjemputku satu jam setelah ia menghubungiku. Aku sudah memberitahu Kak Adam sebelumnya kalau Dewa yang akan menjemputku. Sesaat, aku memang melihat ada raut keberatan di wajahnya, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa.
Ia hanya berkata kalau aku membutuhkan sesuatu, dia dan Rara akan selalu ada untukku.
Dewa tampak senang ketika melihat aku turun. Entah ada pembicaraan apa antara dirinya dan Kak Adam selama menungguku, yang pasti mereka tidak mungkin bersenda gurau.
“Kamu sudah siap?” Dewa berdiri dan langsung merangkul pinggangku. Aku tahu kenapa dia seperti itu. Dia ingin menunjukkan kalau dia masih suamiku kepada Kak Adam.
Aku merasa tidak nyaman dengan tangannya menyentuh tubuhku. Aku sudah tidak ingin ada sentuhan dalam bentuk apa pun darinya.
“Aku pulang dulu, Kak. Terima kasih karena mengizinkanku menginap.” Aku berpamitan pada Kak Adam.
“Jangan sungkan, Jingga. Kamu tahu kalau rumah ini akan selalu menerimamu.”
Aku hanya tersenyum dan berjalan menuju ke mobil. Dewa membukakan pintu untukku dan aku masuk setelah melambaikan tangan ke arah Kak Adam yang berdiri menghantarkan kepergianku di depan pintu.
“Aku tadi sudah menghubungi Mama untuk menjemput anak-anak.”
Aku mengangguk. Aku juga sudah menghubungi ibuku kalau aku akan ke sana sebentar lagi.
Kami tiba di kediaman orang tuaku setelah satu jam perjalanan. Anak-anak sudah siap menunggu kedatangan kami.
“Hati-hati di jalan ya, Wa. Selamat bersenang-senang.”
Aku menoleh ke arah Dewa dengan tatapan bingung. Aku tidak mengerti kenapa ibuku berkata seperti itu.
“Iya, Ma. Lain kali, aku akan membawa Mama dan Papa bersama kami.”
“Ah, sudahlah. Kalian harus memiliki waktu bersama sesering mungkin.”
Dan aku semakin bingung. Anak-anak langsung berlarian masuk ke dalam mobil dengan semangat dan Dewa meraih tanganku dan menggandengnya. Dia pasti sengaja melakukannya karena aku tidak mungkin menolak di hadapan kedua orang tuaku.
“Kami pamit dulu ya, Ma, Pa.”
Setelah itu, Dewa membawaku masuk ke dalam mobil.